Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Kisah Penggembala Kambing dari Desa, Kini Raih Gelar Profesor di Universitas Jember

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/ahmad-kiflan-wakik-1'>AHMAD KIFLAN WAKIK</a>
LAPORAN: AHMAD KIFLAN WAKIK
  • Sabtu, 26 Agustus 2023, 06:43 WIB
Kisah Penggembala Kambing dari Desa, Kini Raih Gelar Profesor di Universitas Jember
Profesor Dr. Sumani, SE, M.Si., CRA./Ist
rmol news logo Universitas Jember (Unej) kembali mengukuhkan 2 orang guru besar. Salah satunya adalah Profesor Dr. Sumani, SE, M.Si., CRA. Pria yang berasal dari Desa Prigi Kecamatan Watulimo Kabupaten Trenggalek ini, saat kecil adalah sebagai penggembala kambing.

Sebagai pengembala kambing, Sumani kecil tak pernah terbayang dan bermimpi bisa meraih gelar profesor.

"Saya tak pernah membayangkan jadi profesor, bahkan jadi dosen pun tidak," ujar Sumani, mengenang masa kecilnya, dikutip Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (25/8).

Dia menjalani kehidupan seperti air mengalir, layaknya anak desa pada umumnya. Saat sekolah tingkat dasar di desanya, ia menggembala kambing.

Di sela-sela rutinitas sekolah, sebagai anak desa, masih diberi tugas menggembalakan kambing. Ia juga rutin membantu bercocok tanam di sawah atau kebun. Karena meski sang bapak berprofesi sebagai guru SD, namun kondisi ekonomi keluarganya belum berkecukupan.

Karena itu, Sumani kerap membantu sang ibu membawa hasil bumi untuk dijual di pasar setempat. Meski di tengah keterbatasan ini, dia tak lantas membuat patah semangat untuk menggapai cita-cita, merubah jalan hidupnya melalui jalan pendidikan.

"Saya harus berterima kasih kepada almarhum Bapak yang gigih memperjuangkan pendidikan bagi keempat anaknya. Alhamdulillah kami semua bisa menyelesaikan kuliah. Walau untuk itu almarhum Bapak harus menjual sawah," kenangnya meneteskan air mata.

Saat pendidikan menginjak ke sekolah menengah ia cita-cita menjadi dokter. Lulus SMA dia membulatkan tekad untuk mendaftarkan diri sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran di sebuah PTN di Malang. Sayangnya cita-citanya kandas, karena tidak lolos seleksi.

"Akhirnya saya putuskan mendaftarkan diri di Universitas Widya Gama Malang di jurusan Manajemen, sebab yang terbayang itu nanti jika lulus bakal jadi manajer," katanya sambil tertawa lepas.

Di Kampus inilah, prestasi Sumani moncer, sehingga kuliah dapat diselesaikannya dengan prestasi akademik yang bagus. Dia kemudian bekerja di sebuah perusahaan di Pasuruan. Namun di tempat kerja ini, Sumani hanya bertahan selama setahun.

Sebab, saat berkunjung ke kampusnya untuk meminta legalisir ijazah, ia melihat lowongan kerja sebagai dosen di almamaternya.

Atas informasi itu, dia langsung pulang ke Trenggalek meminta pendapat dan restu dari orang tua.

"Alhamdulillah, Bapak setuju dan merestui saya jadi dosen," tutur pria yang menyampaikan orasi ilmiah dengan judul “Inovasi Keuangan Untuk Lingkungan: Menjelajahi Potensi dan Strategi Green Finance Dalam Keberlanjutan Bisnis”. .

Setelah membuat lamaran kerja, Sumani diterima menjadi dosen di Universitas Widya Gama Malang. Menjadi dosen artinya dituntut untuk selalu mengembangkan diri, termasuk harus melanjutkan studi.

Dia kemudian melanjutkan studi di Universitas Airlangga mengambil studi magister, bahkan hingga doktor pada tahun 90-an. Rupanya di jenjang S2 dan S3 prestasinya terus bersinar, terbukti dengan perolehan beasiswa dan lulus dengan nilai yang baik.

Masa studi di Universitas Airlangga inilah yang mempertemukannya dengan teman kuliah yang merupakan dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Jember.

Saat kuliah di Universitas Airlangga ini, Sumani berteman akrab dengan almarhum Sarwedi dan Shaleh, yang kelak juga menjadi profesor pula.

"Lulus dari pendidikan S3 saya mendapatkan informasi dari beliau ada pendaftaran CPNS dosen di Universitas Jember. Maka saya pulang ke Trenggalek untuk meminta restu orang tua. Alhamdulillah saya diterima dan semenjak tahun 2005 menjadi dosen di FEB Universitas Jember," ujarnya.

Menyandang gelar profesor bagi Sumani tentu sebuah kebanggaan besar, tetapi juga menyiratkan tanggung jawab yang besar pula. Menjadi guru besar artinya harus lebih rajin berkarya, harus jadi contoh yang baik dan selalu menjaga tingkah laku.

"Kadang hingga kini saya masih belum percaya, bocah angon wedhus bisa jadi profesor, tentu berkat doa restu orang tua," demikian Ketua Program  Manajemen FEB ini.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA