Ini merupakan aksi lanjutan, setelah pada Kamis lalu (19/5) mereka juga telah melakukan hal serupa guna mempertahankan tanah milik mereka.
Aksi pemasangan spanduk tersebut berjalan lancar dan tiga spanduk besar kini terpasang di lokasi lahan yang disengketakan tersebut.
Kuasa hukum ahli waris Kgs Nanung (alm), Sapriadi Syamsudin menuturkan, aksi pemasangan spanduk yang dilakukan para ahli waris tidak menimbulkan bentrokan fisik di lokasi objek sengketa tersebut.
“Namun secara formil memang dalam analisa hukum kami, ahli waris dari almarhum Kgs Nanung yaitu Kgs Ahmad Hayat dan kawan-kawan pernah dilaporkan, jadi oknum penyerobot tanah ini seluas 2,5 hektar ini berinisial LH pada awalnya menggunakan sertifikat nomor 1256 tahun 1975," kata Sapriadi didampingi rekannya Syarif Hidayat.
"Sertifikat ini dia gunakan melaporkan ahli waris Kgs Nanung di Polda Sumsel tahun 2014 dan laporan tersebut henti lidik pada 2015, dia melaporkan dulu sekitar bulan Mei 2014 tanggal 15 Oktober 2014 dia membuat surat keterangan kehilangan dari Polres Jakarta Barat yang dilakukan oleh pengacara LH,” sambungnya, dikutip
Kantor Berita RMOLSumsel.
Berdasarkan bukti yang didapatkan, sporadik yang digunakan LH pada 2017 dijadikan dasar penerbitan sertifikat dengan batas tanah mentah di sebelah utara, barat, selatan yang berbatasan dengan tanah mentah lalu sebelah timur dengan jalan umum.
“Tanah mentah itu adalah tanah kosong atau tanah yang tidak tahu kepemilikannya sedangkan tanah milik klien kami ini menggunakan pancung alas ini jelas tertulis sebelah utara berbatasan dengan jalan raya. Dari sebelah utaranya saja surat kami dengan surat mereka sudah jauh berbeda, sebelah selatan berbatasan dengan Ansor, semua ada batas tanahnya," tuturnya.
Ditegaskan Sapriadi, jelas mereka ingin menerbitkan duplikat surat, permohonan hak di atas tanah diterbitkan sertifikat. Di mana ternyata BPN menerbitkan sertifikat hak milik baru bukan duplikat.
Lalu ahli waris Kgs Nanung (alm), lanjutnya, pernah bersurat kepada satgas Mafia Tanah di Kementerian ATR/BPN, termasuk ke Presiden, dan dijawab pihak Kementerian yang ditandatangani oleh Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan atas nama Dirjen Brigjen Drs Widodo.
“Salah satu poinnya di sini menginstruksikan berkenaan dengan hal tersebut di atas kepada BPN kota Palembang. Surat ini ditujukan kepada Kepala Kantor ATR/BPN kota Palembang per 3 Oktober 2022, perintahnya memanggil para pihak dan melakukan upaya penanganan guna penyelesaian dengan berpedoman kepada peraturan Menteri Agraria dan seterusnya dan sampai hari ini ahli waris Kgs Nanung tidak pernah dipanggil BPN kota Palembang,” bebernya.
Jadi, menurut Sapriadi, apa yang dilakukan ahli waris di lapangan dengan memasang spanduk di lahan tersebut merupakan sesuatu yang lumrah.
“Kami pada hari minggu kemarin juga sudah membuat laporan di Polda Sumsel, di mana ahli waris almarhum Kgs Nanung, Kgs Ahmad Hayat dan kawan-kawan, telah melaporkan dugaan tindak pidana menggunakan dokumen palsu, surat palsu di atas akta otentik dan atau permufakatan jahat dan sertifikat hak milik LH yang telah diterbitkan BPN kota Palembang 30 April 2019 SHM yang mereka katakan hilang dan minta salinan tersebut diterbitkan sertifikat baru dengan nomor baru,“ katanya.
Karena kasus ini sudah dilaporkan di polisi dia berharap Kapolda Sumsel dapat menolong kliennya, dan sebagai kuasa hukum dirinya juga sudah mengirimkan surat kepada Presiden RI dan Kementerian ATR/BPN terkait permasalahan ini.
“Ini kasus mafia tanah terbesar di Palembang,” tegasnya lagi.
Sedangkan mewakili ahli waris Kgs Nanung (alm), Kgs Ahmad Hayat, memohon kepada Kapolda Sumsel dapat melakukan penangkapan terhadap LH dan oknum lainnya yang terlibat untuk diproses hukum sesuai laporan dan pengaduan yang telah dilaporkan ke Polda Sumsel.
“Dan kami bersedia bekerjasama untuk mengungkap kasus sindikat mafia tanah ini,” tutupnya.
BERITA TERKAIT: