Sebab, mereka diduga melanggar netralitas sebagai aparatur sipil negara (ASN) dan Pemilu dalam kegiatan Jember Berbagi (J Berbagi) selama Ramadhan 1444 H. Rencananya rekomendasi tersebut akan dilayang ke Kemendagri atau Gubernur dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).
Menurut Komisioner Bawaslu Jember Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi, Dwi Endah Prasetyowati, penanganan dugaan pelanggaran Pemilu ini, diawali dengan tahapan klarifikasi. Yakni meminta keterangan kepada pelapor, saksi para terlapor dan pihak terkait, serta keterangan ahli, total sejumlah 66 orang.
Selanjutnya mereka melakukan proses kajian serta rapat pleno pimpinan Bawaslu Kabupaten Jember. Proses ini dilakukan selama 14 hari sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
"Hasil pemeriksaan dan klasifikasi serta kajian Bawaslu Kabupaten Jember, diperoleh Fakta-fakta yang mengandung dugaan pelanggaran perundangan-undangan lainnya, dalam peristiwa J-Berbagi, yang diselenggarakan oleh pemerintah Kabupaten Jember," ucap Endah dikutip
Kantor Berita RMOLJatim, Kamis (18/5).
"Hasil pemeriksaan dan kajian terdapat sembilan pejabat yang diduga melanggar, sehingga dalam hal ini Bawaslu Kabupaten Jember akan menindaklanjuti dengan merekomendasikan dugaan pelanggaran peraturan perundangan lainnya kepada instansi atau pihak yang berwenang," sambungnya.
Meski demikian, Bawaslu Jember, enggan menyebutkan secara detail identitas atau inisial dari 9 pejabat Pemkab Jember. Yang jelas mereka terdiri dari kepala daerah, pejabat, dan OPD (Organisasi Perangkat Daerah).
"Sesuai aturan etika, kami tidak bisa menyebutkan identitasnya," terangnya.
Badan Bawaslu Kabupaten Jember sebelumnya mengklarifikasi Bupati Jember, Hendy Siswanto, terkait laporan dugaan pelanggaran pemilu dalam kegiatan J-Berbagi yang digelar selama Ramadhan lalu. Proses klarifikasi tersebut dilakukan menyusul laporan Jaringan Edukasi Pemilu untuk Rakyat (JEPR).
"Proses klarifikasi sudah dilakukan sejak laporan disampaikan dan diteliti oleh Bawaslu Jember. Sehingga dalam prosesnya, Bawaslu Jember memiliki waktu 7 plus 7 hari dalam penanganan dugaan pelanggaran pemilu," ucap Komisioner Bawaslu Jember Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi, Dwi Endah Prasetyowati, dikutip
Kantor Berita RMOLJatim, Jumat (12/5).
Endah menjelaskan, dalam proses klarifikasi, pihaknya mengajukan sekitar 35 pertanyaan berkaitan dengan laporan JEPR.
Adapun peraturan yang disangkakan dilanggar adalah UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah; Surat Keputusan Bersama (SKB) Nomor 2 Tahun 2022 antara Menpan RB, Mendagri, BKN, KASN dan Bawaslu; UU No 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara; serta UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Kegiatan J-Berbagi merupakan acara bakti sosial atau berbagi kepada masyarakat di sejumlah titik yang digelar Pemkab Jember selama Ramadhan 1444 H. Dalam kegiatan tersebut, Bupati Hendy bersama Sekda serta sejumlah kepala dinas atau pimpinan OPD, membagikan bantuan kepada masyarakat yang membutuhkan.
Rupanya, kegiatan ini juga diikuti 3 kerabat Bupati, yang maju menjadi bacaleg pada Pemilu 2024.
Yaitu Try Sandi Apriana (Ketua DPC dan bacaleg Partai Demokrat untuk DPRD Jember); Muhammad Nadhif Ramadhan (bacaleg DPR RI dari Partai Nasdem); serta Fitrawan Yusran (bacaleg DPRD Jember dari Partai Gerindra). Try Sandi dan Nadhif merupakan menantu Hendy, sedangkan Fitrawan merupakan menantu keponakan.
Sementara itu, terkait kehadiran bacaleg yang merupakan menantu Bupati Jember dalam kegiatan J-Berbagi itu, tidak termasuk pelanggaran. Sebab, pada saat peristiwa itu terjadi, mereka belum didaftarkan menjadi Bacaleg.
Sehingga Bawaslu Jember fokus mendalami dugaan pelanggaran netralitas kepala daerah dan ASN di lingkungan Pemkab Jember.
BERITA TERKAIT: