Penundaan Kenaikan Cukai Tembakau Untungkan Petani Dan Buruh

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 02 November 2018, 18:18 WIB
Penundaan Kenaikan Cukai Tembakau Untungkan Petani Dan Buruh
Foto/Net
rmol news logo Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan pemerintah batal menaikkan tarif cukai rokok tahun 2019.

Keputusan itu diambil dalam rapat kabinet yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Bogor, Jumat (2/11). Dengan demikian, cukai rokok tahun 2019 tetap sama dengan tahun ini.

Menyikapi keputusan tersebut, anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun memberikan apresiasi. Dia menilai penundaan kenaikan cukai pada 2019 merupakan keputusan Presiden Jokowi yang memperhatikan aspirasi petani tembakau, buruh industri hasil tembakau (IHT), dan para pedagang pengecer yang selama ini mendapatkan manfaat dari IHT.

"Saya juga memberikan apresiasi sebesar-besarnya kepada Kementerian Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Direktorat Jenderal Bea Cukai yang memperhatikan aspirasi stakeholders pertembakauan selama ini," jelas Misbakhun di Gedung Parlemen, Jakarta, Jumat (2/11).

Politisi Partai Golkar itu menegaskan bahwa keberpihakan pemerintah terhadap petani tembakau dan buruh IHT sangat penting karena menyangkut keberlangsungan hidup mereka. Kendati demikian, pemerintah tetap memperhatikan aspek kesehatan dalam membuat sebuah kebijakan.

"Sekali lagi, ini menunjukkan sikap Presiden Jokowi yang aspiratif dan keberpihakan Pak Jokowi terhadap para petani tembakau dan para buruh IHT terbukti nyata," jelas Misbakhun.

Selain menunda kenaikan cukai tembakau, pemerintah juga menunda aturan penyederhanaan atau simplifikasi tarif cukai tembakau sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 146/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.  

Menurut Misbakhun, penundaan PMK tersebut harus permanen.

"Ketika pemerintah kelak akan membuat regulasi pengganti PMK 146 maka harus dibicarakan dengan semua pemangku kepentingan. Sehingga kebijakan yang dihasilkan memberikan rasa keadilan semua pihak," terangnya.

Dengan penundaan kenaikan cukai tembakau, Misbakhun mengimbau agar pemerintah memperhatikan struktur golongan Sigaret Kretek Tangan (SKT).

Di mana, pemerintah harus mengkaji kembali batasan produksi dalam struktur tarif cukai untuk SKT. Saat ini, pabrikan SKT kecil dan menengah mempunyai batasan produksi sejumlah dua miliar batang (golongan II) dan 500 juta batang (golongan III) per tahun. Setiap penambahan produksi satu miliar batang setara dengan penambahan jumlah tenaga kerja 2.000 sampai 3.000 orang. Hal itu juga akan berdampak positif pada penerimaan negara dari cukai.

"Pemerintah mesti mempertahankan preferensi tarif dan harga bagi jenis SKT. Hal ini akan membantu SKT sebagai industri padat karya yang memproduksi produk khas Indonesia," demikian Misbakhun. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA