Di antara puluhan rumah yang diratakan Pemprov, terdapat rumah di mana Ilyas Karim tinggal. Ilyas adalah pria renta berusia 87 tahun yang mengaku sebagai pengibar bendera merah putih saat hari proklamasi 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56.
Dalam pembongkaran yang dilakukan Satpol PP tadi pagi, Ilyas sempat pingsan lantaran rumah yang dibangunnya bersama sang istri, Darnis (72), diratakan dengan alat berat.
Darnis bercerita kepada
RMOL Jakarta usai rumahnya dirubuhkan. Sementara Ilyas Karim yang menderita penyakit jantung telah dibawa ke rumah sakit oleh salah satu anaknya di kawasan Cakung, Jakarta Timur.
"Sedih rumah digusur, enggak ada ganti rugi. Mau minta ganti rugi ke siapa kita juga bingung," kata Darnis, di depan rumahnya yang telah dihancurkan petugas.
Menurut wanita asal Padang Pariaman itu, ia dan keluarganya telah meminta kepada pemerintah agar rumahnya tidak ikut dibongkar dan akan membongkar rumahnya itu sendiri agar bahan-bahannya dapat dimanfaatkan kembali.
"Tadinya mau bongkar sendiri, tapi enggak diizinkan bongkar sendiri," kisahnya.
Sebelum dibongkar, kata Darnis, suaminya sempat
shock. Ia dan anak-anaknya pun beberapa kali menenangkan Ilyas.
Darnis mengatakan, penggusuran terhadap rumahnya seakan menegasikan perjuangan yang telah dilakukan suaminya dalam memerdekakan Indonesia.
Beberapa tahun silam, Ilyas Karim sempat membuat heboh publik dan para pengamat sejarah. Itu akibat pengakuannya sebagai salah seorang pengibar bendera Merah Putih, yang merupakan jahitan dari Ibu Negara Pertama RI, Fatmawati, di Jalan Pegangsaan Timur 56.
Pengakuan Ilyas Karim sempat mendapat bantahan dari beberapa pihak, salah satunya dari politikus yang juga sejarawan, Fadli Zon.
Menurut Fadli Zon, orang bercelana pendek saat pengibaran bendera di halaman kediaman Bung Karno itu bukanlah Ilyas Karim melainkan Suhud, salah satu asisten Bung Karno.
Terlepas dari polemik sejarah di seputar Ilyas Karim, faktanya saat ini kurang lebih 60 rumah telah rata dengan tanah akibat kebijakan Pemprov DKI yang memindahkan warga ke Marunda, Jakarta Utara. Tinggal sebuah musala dan puing-puing yang tersisa di lokasi bekas penggusuran.
[ald]