Hal ini disampaikan Koordinator Tim Disaster Emergency and Relief Management-Aksi Cepat Tanggap (DERM-ACT) Lampung, Sandi melalui keterangan tertulis Hubungan Media ACT yang diterima redaksi, Selasa (22/1).
Hasil pantauan ACT, beberapa penyakit yang dikeluhkan oleh para korban yaitu gatal-gatal, reumatik, batuk pilek, ISPA, dan darah tinggi. Penyakit darah tinggi umumnya diderita oleh para orang tua.
"Bagaimana nasib yang diderita para korban banjir yang lumpuh selama tiga sampai empat bulan kedepan," kata Sandi.
Menurut petugas kesehatan setempat, lanjut Sandi, masyarakat korban banjir diperkirakan akan lebih banyak lagi terserang penyakit menjelang air surut. Lamanya banjir yaitu sekitar 3-4 bulan. Hal ini memungkinkan persediaan obat-obatan akan berkurang.
Hingga berita ini diturunkan, kondisi air masih menggenangi ratusan hektar perkebunan kelapa sawit dan singkong dan ratusan rumah dan beberapa fasilitas umum masih terendam. Kondisinya sangat memprihatinkan, ratusan tenda pengungsi berdiri di bibir tanggul. Masjid yang tergenang membuat masyarakat setempat tidak dapat melaksanakan ibadah di sana.
Di salah satu tenda terdapat seorang ibu yang memiliki seorang bayi yang masih berusia 10 hari yang lahir ditenda pengungsian. Kondisi tersebut, menurut Sandi, diperparah dengan tidak ada penerangan. Listrik hingga saat ini masih mati dan signal pun sulit dijangkau membuat ACT sulit mengirimkan data-data korban.
"Sekedar untuk keperluan buang air kecil saja sulit, terpaksa kami harus menumpang ke MCK di Kantor Polres setempat yang tempat cukup jauh dari Posko ACT," ujar Sandi.
[wid]
BERITA TERKAIT: