"Semua kasus korupsi berawal dari indikasi. Salah satunya laporan BPK karena pendekatan BPK adalah audit, bukan akuntansi. Bagaimana sebenarnya persoalan hukumnya harus diselidiki lebih jauh. KPK, Kejaksaan, dan kepolisian harus merespons," kata Direktur Center for Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi, kepada
RMOL, Selasa, 16 Desember 2025.
Uchok berharap temuan BPK tidak berhenti sebatas dokumen administrasi melainkan benar-benar dimanfaatkan untuk memperbaiki tata kelola perusahaan dan penggunaan anggaran negara.
"Jangan hanya lewat lalu masuk ke lemari. Manajemen Pupuk Indonesia harus memberikan klarifikasi," tegasnya.
Menurut Uchok, potensi kerugian keuangan negara hampir terjadi di semua lini. Karena itu, ia meminta aparat penegak hukum lebih jeli dan waspada, mengingat praktik penyelewengan uang negara kini semakin licin dan canggih.
"Presiden Prabowo sudah menegaskan, korupsi adalah penyakit berbahaya yang bisa menghancurkan negara jika tidak ditindak tegas. Jangan sampai Pupuk Indonesia justru menjadi contoh bagaimana negara dirusak dari dalam," sentilnya.
Sebagai informasi, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2025 yang diterbitkan BPK mencatat adanya ketidakhematan dan ketidakefektifan dalam penyediaan pupuk serta daya saing perusahaan di PT Pupuk Indonesia (Persero) dengan nilai mencapai Rp12,59 triliun.
Angka tersebut berasal dari 21 temuan yang memuat 26 permasalahan ketidakhematan dan ketidakefektifan. Salah satunya adalah pemahalan harga sebesar Rp1,91 triliun dalam pelaksanaan pengadaan bahan baku nitrogen, fosfor, dan kalium (NPK), termasuk pengadaan batuan fosfat (phosphate rock) dan kalium klorida (KCL).
BERITA TERKAIT: