Hal itu disampaikan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron saat ditanya terkait tindakan Risnandar yang berani memotong anggaran GU dan mendapatkan jatah anggaran makan dan minum Sekretariat Daerah (Setda) Pemerintah Kota (Pemkot) Pekanbaru yang berasal dari APBDP 2024 setelah menjabat 1 bulan sebagai Pj Walikota Pekanbaru.
"Diangkatnya bukan Mei, tapi Juni, jadi sampai Desember ini 6 bulan menjabat sebagai Penjabat Walikota Pekanbaru. Apakah ini diduga untuk mungkin suap untuk jabatan itu dan lain-lain, sekali lagi itu juga dalam proses kami akan dalami," kata Ghufron kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Rabu, 4 Desember 2024.
Risnandar Mahiwa dilantik menjadi Pj Walikota Pekanbaru pada 22 Mei 2024 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Dalam Negeri (Mendagri) nomor 100.2.1.3-1122 tahun 2024 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Penjabat Walikota Pekanbaru Provinsi Riau.
Sebelum menjabat Pj Walikota Pekanbaru, Risnandar sudah lama berkarir di Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Bahkan, Risnandar juga masih menjabat sebagai Direktur Organisasi Kemasyarakatan Ditjen Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri. Dia juga merangkap jabatan Plh Sesditjen Politik dan Pemerintah Umum.
Selain itu, Risnandar juga pernah menjabat sebagai Plt Direktur Organisasi Kemasyarakatan, pada 2021-2022. Lalu menjabat sebagai Kepala Bagian Umum Sekretariat Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum pada 2018.
Dalam kegiatan operasi tangkap tangan (OTT) di Pekanbaru sejak Senin, 2 Desember 2024, KPK mengamankan 9 orang, 3 di antaranya ditetapkan sebagai tersangka. Dari OTT itu, KPK mengamankan barang bukti uang sebesar Rp6,82 miliar.
Tiga orang yang ditetapkan sebagai tersangka, yakni Risnandar Mahiwa selaku Pj Walikota Pekanbaru, Indra Pomi Nasution selaku Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Pekanbaru, dan Novin Karmila selaku Plt Kepala Bagian Umum pada Setda Pemkot Pekanbaru.
Kegiatan OTT tersebut terkait dengan terjadinya pemotongan anggaran ganti uang (GU) di Bagian Umum Setda Pemkot Pekanbaru sejak Juli 2024 untuk kepentingan Risnandar dan Indra.
Bahkan pada November 2024, terdapat penambahan anggaran Setda, di antaranya untuk anggaran makan minum yang berasal dari APBDP 2024. Dari penambahan itu diduga Pj Walikota menerima jatah uang sebesar Rp2,5 miliar.
Pada Senin, 2 Desember 2024 sekitar pukul 16.00 WIB, KPK mendapatkan informasi bahwa Novin akan menghancurkan tanda bukti transfer sejumlah Rp300 juta kepada anaknya, yaitu Nadya Rovin Puteri. Diketahui transfer tersebut dilakukan oleh Rafli Subma yang merupakan staf bagian umum, atas perintah dari Novin.
KPK selanjutnya mengamankan Novin bersama dengan driver yang mendampinginya berkegiatan, Darmansyah sekitar pukul 18.00 WIB di rumah kediaman Novin di wilayah Kota Pekanbaru, Riau. Dari sana, KPK mengamankan uang tunai Rp1 miliar di dalam sebuah tas ransel.
Selanjutnya tim KPK mengamankan Risnandar bersama 2 ajudannya, Nugroho Adi Triputranto alias Adi alias Untung dan Mochammad Rifaldy Mathar alias Aldy di Rumah Dinas Walikota. Dari sana, diamankan uang tunai sebesar Rp1,39 miliar yang diberikan Novin kepada Risnandar.
Pada sekitar pukul 20.30 WIB, Risnandar meminta istrinya, Aemi Octawulandari Amir untuk menyerahkan uang tunai sebesar Rp2 miliar dalam tas kepada tim KPK yang mendatangi rumah pribadinya di Jakarta.
Selanjutnya sekitar pukul 20.32 WIB, Indra diamankan di rumah pribadinya di Kota Pekanbaru. Ditemukan uang tunai sebesar Rp830 juta yang diterimanya dari Novin.
Berdasarkan pengakuan Indra, secara keseluruhan uang yang diterimanya dari Novin sebesar Rp1 miliar. Namun sebesar Rp150 juta sudah diberikan Indra kepada Yuliarso (YL) selaku Kadishub Kota Pekanbaru dan Rp20 juta ke wartawan.
Kemudian sekitar pukul 21.00 WIB, Nadya yang merupakan anak Novin diamankan di Kos Casa Tebet Mas Indah. Pada rekening Nadya, terdapat saldo sebesar Rp375.467.141. Sejumlah Rp300 juta pada rekening tersebut berasal dari setoran tunai yang dilakukan oleh Rafli Subma atas perintah Novin pada 2 Desember 2024.
Lalu pada pukul 21.30 WIB, tim KPK tiba di kantor walikota Pekanbaru dan melakukan pemasangan KPK Line di beberapa ruangan di gedung kantor walikota, yaitu ruang bagian umum, ruangan Sri Wahyuni (SW) selaku Bendahara Pengeluaran, ruang Sekda, ruang walikota, ruang bendahara di Kantor BPKAD Gedung B3 Komplek Pemkot.
Selanjutnya sekitar pukul 23.00 WIB, Mariya Ulfa (MU), Tengku Suhaila (RS), dan Ridho Subma yang merupakan staf bagian umum datang menemui tim KPK di Kantor Walikota Pekanbaru.
Kemudian, sekitar pukul 23.30 WIB, Novin meminta kakaknya, Fachrul Chacha untuk menyerahkan uang tunai sebesar Rp1 miliar yang ada di rumah Pekanbaru kepada tim KPK.
Selanjutnya pada Selasa, 3 Desember 2024 pukul 00.50 WIB, Sri Wahyuni tiba di Kantor Pemkot Pekanbaru menemui tim KPK.
Pada pukul 02.43 WIB, tim KPK mengamankan uang sebesar Rp100 juta dari Nugroho di Rumah Dinas Pj Walikota Pekanbaru. Uang tersebut berasal dari pencairan TU yang diberikan oleh Novin pada 29 November 2024.
Pada pukul 10.00, tim KPK menuju rumah Untung di Ragunan untuk mengamankan uang sebesar Rp200 juta yang masih tersimpan di rumah Untung yang merupakan uang dari Novin.
BERITA TERKAIT: