Hal itu disampaikan Kepala Biro Hukum MA, Sobandi, menanggapi kasus kriminalisasi terhadap dua orang pekerja di PT Santosa Kurnia Bahagia (PT SKB) terkait dugaan menghalami aktivitas pertambangan yang diklaim PT. Gorby Putra Utama (GPU).
"Masih (digunakan). Perma Nomor 1 Tahun 1956 merupakan upaya Mahkamah Agung (MA) mengisi kekosongan hukum perihal
prejudicieel geschil yang pada waktu itu belum terakomodir dalam hukum acara pidana," kata Sobandi kepada wartawan di Jakarta, Selasa (2/7).
Sobandi menjelaskan,
prejudicieel geschil merupakan masalah yang harus dipecahkan terlebih dahulu sebelum mulai mengadili pokok perkara. Dia mengatakan dengan
prejudicieel geschil masalah hukum perdata bisa diselesaikan tanpa harus menempuh jalur hukum pidana.
Menurut Kamus Fockema Andrea (1983:410) Prejudicieel Geschil adalah masalah (biasanya perdata) yang harus dipecahkan terlebih dahulu sebelum dapat mulai mengadili pokok perkara. Dibedakan antara
question pre judicielles a l action (masalah dipecahkan lebih dahulu sebelum bertindak) dan
question prejudicielle au judgement (masalah dipecahkan dahulu sebelum mengambil keputusan).
Sebab itu, kata Sobandi, sengketa kasus pidana tidak bisa didahulukan sebelum kasus perdata diselesaikan terlebih dahulu.
Seperti diketahui dua satpam PT SKB yaitu Jumadi dan Indra dikriminalisasi dan ditahan Bareskrim Polri sejak Kamis, 2 Mei 2024, lantaran diduga menghalangi aktivitas pertambangan PT. Gorby Putra Utama (GPU). Sementara pengakuan dua Satpam PT SKB, keduanya melakukan pengamanan di area kawasan PT SKB sendiri.
Akibat kriminalisasi itu, keduanya mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangkanya oleh Bareskrim Polri ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin, 10 Juni 2024. Namun, PN Jaksel menolak praperadilan yang diajukan dua Satpam PT SKB Jumadi dan Indra, Kamis, 20 Juni 2024.
Penahanan kedua Satpam PT SKB tersebut bermula dari sengketa lahan antara PT SKB dengan PT. Gorby Putra Utama (GPU). Polemik panjang dugaan saling klaim kepemilikan lahan yang terjadi antara PT. GPU dan PT. SKB hingga saat ini masih berlanjut. Bahkan, untuk kesekian kalinya terjadi dugaan pengrusakan lahan perkebunan sawit yang terletak di Desa Sako Suban, Kecamatan Batanghari Leko Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).
Dugaan pengrusakan lahan sawit yang diklaim PT SKB milik salah satu pengusaha ternama di Kota Palembang, yang disinyalir dilakukan sejumlah oknum dari PT GPU. Berdasarkan data yang dihimpun, kisruh keduanya sudah sampai pada tahap saling gugat di Pengadilan Negeri (PN) Palembang.
Saat itu, menurut PT SKB izin pertambangan yang dipergunakan oleh pihak penggugat PT. GPU patut diduga palsu. Menurut PT SKB sebagai tergugat kala itu, izin pertambangan mereka peroleh pada 1 Juni 2009, yakni keputusan Bupati Musi Rawas No.002/KPTS/DISTAMBEN/2009.
Sedangkan pada 30 Januari 2019 Direktorat Jenderal Minerba dan Panas Bumi telah mengeluarkan surat edaran yang berbunyi: Menghentikan sementara penerbitan Izin Usaha Pertambangan Izin Usaha Pertambangan baru sampai dengan diterbitkannya 0P sebagai pelaksana UU PMB 2009.
Lalu, Surat Keputusan Kuasa Pertambangan yang diterbitkan oleh Menteri, Gubernur, Walikota/ Bupati setelah 12 Januari 2009 dinyatakan batal dan tidak berlaku. Selain itu, patut diduga PT. GPU tidak terdaftar di Kemenkumham yang terdaftar di alamat yang sama hanyalah PT. Gorby Global Energy (GGE).
Selain itu, Sertifikat Clear and Clean PT. GPU diduga diberikan berdasarkan keterangan palsu karena pada saat penerbitan sertifikat tersebut tertanggal 6 Desember 2012 PT. GGE sudah dalam keadaan sengketa dan sudah dapat surat peringatan dari Bupati Muba Dilaporkan juga oleh PT. SMB ke Polda masalah pengrusakan.
Lokasi PT. GGE di Kabupaten Musi Rawas, sedangkan lokasi PT. SMB di Kabupaten Muba antara Kabupaten Musi Rawas dan Kab Muba dibatasi oleh kab Muratara sehingga jelas PT. GPU telah melewati batas satu kabupaten untuk merusak tanah milik PT. SMB.
Namun PT. GPU berpatokan pada Permendagri Nomor 76 Tahun 2014. Sedangkan, Permendagri tersebut keluar tanpa ada persetujuan dari Bupati Muba sebagai pihak yang dirugikan dan Permendagri tersebut dikeluarkan dalam waktu 3 bulan setelah keluar Permendagri Nomor 50 Tahun 2014. Adapun peta yg dipakai pada Permendagri Nomor 7, patut diduga palsu karena tanda tangan pejabat yang dipakai dicurigai hanya di-
scan dari Permendagri Nomor 50.
Terkait pembatalan itu, pihak PT. SKB telah menempuh upaya hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta agar menganulir pembatalan HGU lahan tersebut oleh Menteri ATR/BPN. Hasilnya, gugatan PT. SKB terkait pembatalan itu dikabulkan majelis hakim.
BERITA TERKAIT: