"Berdasar keterangan saksi dan alat bukti, tim penyidik menetapkan 6 saksi sebagai tersangka," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus, Kuntadi, dalam konferensi pers di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, dikutip Kamis (30/5).
Ke enam tersangka itu adalah TK (GM 2010-2011), HN (GM 2011-2013, DM (GM 2013-2017), AH (GM 2017-2019), MA (GM 2019-2021), dan ID (GM 2021-2022).
Ke enam tersangka diduga menyalahgunakan kewenangan dengan melakukan aktivitas manufaktur ilegal, dengan melakukan kegiatan peleburan, pemurnian, dan pencetakan logam mulia yang tidak sesuai standar ketentuan dan aturan PT Antam.
Setelah itu mereka melekatkan logam mulia milik swasta dengan merek logam mulia Antam.
"Mereka melawan hukum dan tanpa kewenangan melekatkan logam mulia milik swasta dengan merek Logam Mulia Antam," kata Kuntadi.
Padahal, pelekatan merek logam mulia PT Antam tidak bisa sembarangan tanpa ada kontrak kerja, karena ada spesifikasi pembayaran biaya yang diterima PT Antam sebagai hak eksklusif.
Tidak tanggung-tanggung, para tersangka telah tercetak logam mulia dengan berbagai ukuran sebanyak 109 ton, yang kemudian diedarkan ke pasar bersamaan produk logam mulia resmi PT Antam.
"Sehingga logam mulia dengan merek ilegal itu menggerus pasar logam mulia PT Antam, hingga membuat kerugian menjadi berlipat-lipat," kata Kuntadi.
Setelah dinyatakan sehat, para tersangka langsung ditahan untuk 20 hari ke depan. Tersangka HN, MA, dan ID di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung, tersangka TK di Rumah Tahanan Negara Pondok Bambu, Jakarta Timur, sedang HM dan AHA tidak ditahan, karena sedang menjalani penahanan dalam perkara lain.
Para GM itu dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
BERITA TERKAIT: