Terkait itu, KPK menegaskan bisa melakukan supervisi terhadap perkara yang tidak berjalan dalam waktu 2 tahun atau lebih.
Hal itu sebagaimana disampaikan Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron yang membenarkan telah menerima surat permintaan supervisi dari Polda Metro Jaya.
"Iya kami sudah menerima surat permintaan supervisi dari Polda Metro Jaya. Saat ini kami masih pertimbangkan permintaan tersebut," kata Ghufron kepada
Kantor Berita Politik RMOL di Jakarta, Minggu (29/10).
Mengingat kata Ghufron, pelaksanaan supervisi didasarkan pada Perpres 102/2020 tentang Pelaksanaan Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam Pasal 1 angka 4 dijelaskan bahwa, supervisi adalah kegiatan pengawasan, penelitian, atau penelaahan terhadap instansi yang berwenang melaksanakan pemberantasan tindak pidana korupsi guna percepatan hasil penyelesaian penanganan perkara tindak pidana korupsi serta terciptanya sinergitas antar instansi terkait.
"Berdasarkan ketentuan tersebut tujuan supervisi adalah guna mempercepat, kami memiliki standar waktu yang kami tetapkan sebagai perkara disupervisi adalah yang tidak berproses dalam waktu 2 tahun atau lebih. Sementara perkara yang dimintakan supervisi oleh Polda Metro Jaya mulai Agustus 2023 artinya baru 3 bulan," terang Ghufron.
Namun begitu, Ghufron mengaku memahami bahwa Polda Metro Jaya meminta supervisi sebagai itikad transparansi agar proses hukum perkara dugaan pemerasan oleh pimpinan KPK akuntabel.
"Untuk itu masih kami pertimbangkan karena kami pun memahami segenap masyarakat memperhatikan perkara ini dan menunggu proses hukum yang akuntabel, namun kami harus tetap dalam prosedur hukum sesuai peraturan perundangan," pungkas Ghufron.
BERITA TERKAIT: