Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Jika Ingin Skor IPK Naik, KPK Minta Perbaikan Masif di Sektor Bisnis, Politik dan Hukum

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/jamaludin-akmal-1'>JAMALUDIN AKMAL</a>
LAPORAN: JAMALUDIN AKMAL
  • Kamis, 09 Februari 2023, 22:12 WIB
Jika Ingin Skor IPK Naik, KPK Minta Perbaikan Masif di Sektor Bisnis, Politik dan Hukum
Ketua KPK RI Firli Bahuri/Net
rmol news logo Menurunnya angka Corruption Preception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2022 membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak tinggal diam. KPK menyerukan untuk dilakukan perbaikan secara masif dan terstruktur pada dunia bisnis, politik, dan hukum di Indonesia jika ingin skor IPK meningkat pada tahun yang akan datang.

Hal itu disampaikan oleh Ketua KPK, Firli Bahuri saat Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR RI, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2).

Firli mengatakan, penurunan angka CPI 2022 bersumber dari tiga indikator utama, yaitu Political Risk Services (PRS) International Country Risk Guide, IMD World Competitiveness Yearbook, dan Political Economic Risk Consultancy (PERC) Asia Risk Guide.

"Ketiga aspek ini sangat berpengaruh pada sektor prioritas di Indonesia yaitu sektor dunia usaha, sektor politik, dan sektor layanan publik," ujar Firli.

Berdasarkan data Transparency International Indonesia (TII), Indonesia mendapati skor 34 atau turun empat poin dari tahun sebelumnya. Catatan ini menempatkan Indonesia pada ranking 110 dari 180 negara. Tren IPK Indonesia mengalami fluktuasi dalam beberapa tahun terakhir. Di mana, angka tertinggi yang pernah didapat ialah 40 pada tahun 2019 dan terendah pada tahun 2012-2013 dengan skor 32.

Jika dilihat kata Firli, berdasarkan risk assessment ada konflik kepentingan antara politisi dan pelaku usaha. Perilaku suap untuk mendapatkan perizinan ekspor, perizinan impor, proses pemeriksaan pajak, dan pinjaman yang masih terus terjadi. Hubungan illegal politik dan bisnis, sistem kroni, nepotisme, reservasi jabatan, imbal bantuan, pendanaan rahasia juga masih masif.

Di sisi lain kata Firli, penyebab menurunnya IMD World Competitiveness ialah tingkat suap dan korupsi di dalam dunia usaha. Di mana, terjadi persaingan usaha yang tidak sehat dengan menggunakan cara-cara kotor. "Sementara penurunan PERC dipengaruhi pada persepsi korupsi di kalangan eksekutif lokal, akademisi, dan ekspatriat yang sering ditemukan di institusi," kata Firli.

Dengan demikian, melihat persoalan tersebut, menunjukkan perlunya perbaikan secara masif dan terstruktur pada dunia bisnis, politik, dan hukum di Indonesia jika ingin skor CPI meningkat pada tahun yang akan datang.

"Melihat penurunan skor CPI 2022, tentunya tidak membuat KPK tinggal diam. Tiki-taka program pemberantasan korupsi dibawah payung Trisula Pemberantasan Korupsi terus dijalankan secara stimultan dengan harapan memberikan dampak yang signifikan," jelas Firli.

Pada sektor ekonomi, KPK melalui Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU) telah memfasilitasi pembangunan ekosistem dan lingkungan bisnis yang bersih dari korupsi terutama dari praktik suap, gratifikasi, dan pemerasan. KPK mendorong implementasi sistem manajemen Anti-Penyuapan (SMAP). Salah satunya dengan menerapkan panduan cegah korupsi. Di mana, badan usaha dapat mengadopsi prinsip panduan cegah korupsi dengan mengaksesnya melalui laman JAGA.ID.

Selain itu, KPK juga membangun Unit Pengendali Gratifikasi (UPG) melalui sinergi bersama berbagai instansi pada kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (KLPD). KPK pun mendorong KLPD untuk menerapkan Whistle Blowing System sebagai upaya pengendalian korupsi. Harapannya, langkah pencegahan ini mampu mendorong terbangunnya lingkungan usaha yang berintegritas.

Sementara di sektor politik, KPK telah menjalankan program Politik Cerdas Berintegritas (PCB). Tahun 2022, PCB telah diikuti oleh 20 partai politik (parpol) yang terdiri dari 16 parpol nasional dan 4 parpol lokal Aceh, serta penyelenggara pemilu pusat maupun daerah. Pada 2023, KPK akan melanjutkan program ini kepada 6 parpol.

Lalu, pada sektor penegakan hukum, KPK menemukan fakta belum efektifnya pencegahan dan pemberantasan korupsi. Bahkan, masih ditemukan praktik korupsi di lembaga penegak hukum itu sendiri. Hal ini menjadi catatan serius mengingat seharusnya APH menjadi garda terdepan penegakan hukum di Indonesia.

Pada dasarnya, KPK senantiasa tidak henti menjalankan program pemberantasan korupsi baik pada sektor pendidikan, pencegahan, dan penindakan. Program tersebut akan berjalan secara efektif jika didukung oleh berbagai pihak, utamanya lembaga negara, DPR, DPRD, APH, Pemda, dan masyarakat untuk berkolaborasi bersama.

Hal tersebut kata Firli, menjadi penting karena komponen IPK sangat luas, seperti ekonomi, demokrasi, layanan publik, dan politik. Sehingga perlu dikoordinasikan oleh pemerintah, karena adanya keterbatasan kewenangan pada masing-masing instansi.

"KPK berharap pentingnya kolaborasi dan saling menurunkan ego sektoral agar pemberantasan korupsi di Indonesia bisa menjadi kenyataan," pungkas Firli. rmol news logo article
EDITOR: IDHAM ANHARI

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA