Dimensy.id Mobile
Dimensy.id
Apollo Solar Panel

Begini Alur Perkara Suap dan Gratifikasi di Mabes Polri yang Menjerat AKBP Bambang Kayun

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/faisal-aristama-1'>FAISAL ARISTAMA</a>
LAPORAN: FAISAL ARISTAMA
  • Selasa, 03 Januari 2023, 20:15 WIB
Begini Alur Perkara Suap dan Gratifikasi di Mabes Polri yang Menjerat AKBP Bambang Kayun
Ketua KPK Firli Bahuri saat menjelaskan konstruksi perkara Bambang Kayun/RMOL
rmol news logo Kasus dugaan suap dan gratifikasi pemalsuan surat dalam perkara perebutan hak ahli waris Aria Citra Mulia (ACM) yang menjerat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Bambang Kayun (BK) bermula dari adanya pelaporan ke Bareksrim Mabes Polri oleh ahli waris Emilya Said (ES) dan Herwansyah (HW).

Ketua KPK Firli Bahuri menuturkan, ES dan HW melalui rekomendasi salah seorang kerabatnya kemudian diperkenalkan dengan BK yang saat itu dimutasi sebagai Kepala Subbagian Penerapan Pidana dan HAM Bagian Penerapan Hukum pada Biro Bantuan Hukum Divisi Hukum Mabes Polri untuk berkonsultasi.

"Sebagai tindak lanjutnya, sekitar bulan Mei 2016 bertempat di salah satu hotel di Jakarta dilakukan pertemuan antara ES (Emilya Said) dan HW (Herwansyah) dengan tersangka BK," kata Firli Bahuri saat jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (3/1).

Dari kasus yang disampaikan Emilya dan Herwansyah ini, BK lantas mengaku siap membantu dengan kesepakatan pemberian sejumlah uang dan barang kepadanya.

BK pun memberikan saran di antaranya untuk mengajukan surat permohonan perlindungan hukum dan keadilan terkait adanya penyimpangan penanganan perkara yang ditujukan pada Kepala Divisi Hukum Mabes Polri.

Menindaklanjuti permohonan dimaksud, Bambang lalu ditunjuk sebagai salah satu personel untuk melakukan verifikasi termasuk meminta klarifikasi pada Bareskrim Polri.

Pada Oktober 2016, dilakukan rapat pembahasan terkait perlindungan hukum atas nama Emilya Said dan Herwansyah di lingkup Divisi Hukum Mabes Polri dan Kayun kemudian ditugaskan untuk menyusun kesimpulan hasil rapat yang pada pokoknya menyatakan adanya penyimpangan penerapan hukum termasuk kesalahan dalam proses penyidikan.

"Dalam perjalanan kasusnya, ES dan HW lalu ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Polri," ucap Firli.

Adapun, terkait penetapan status tersangka tersebut, BK menyarankan Emilya dan Herwansyah mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Dari saranya tersebut, BK menerima uang sebesar Rp 5 miliar dari Emilya dan Herwansyah dengan teknis pemberiannya melalui transfer bank menggunakan rekening dari orang kepercayaan Bambang.

Selama proses pengajuan praperadilan, diduga BK membocorkan isi hasil rapat Divisi Hukum untuk dijadikan bahan materi isi gugatan praperadilan, sehingga hakim dalam putusannya menyatakan mengabulkan dan status penetapan tersangka tidak sah.

"Tersangka BK, sekitar bulan Desember 2016 juga diduga menerima 1 unit mobil mewah yang model dan jenisnya ditentukan sendiri oleh tersangka BK," ungkap Firli.

Kemudian pada bulan April 2021, Emilya dan Herwansyah kembali ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareksrim Mabes Polri dalam perkara yang sama.

Selanjutnya, BK pun kembali menerima uang hingga berjumlah Rp1 miliar dari Emilya dan Herwansyah untuk membantu pengurusan perkara dimaksud sehingga keduanya tidak kooperatif selama proses penyidikan hingga akhirnya Emilya dan Herwansyah melarikan diri dan masuk dalam DPO penyidik Bareskrim Mabes Polri.

Selain itu, BK juga menerima uang secara bertahap yang diduga sebagai gratifikasi dan berhubungan dengan jabatannya dari beberapa pihak yang jumlahnya Rp 50 miliar.

“Tim penyidik KPK terus mengembangkan lebih lanjut informasi dan data terkait dengan perkara ini,” demikian Firli Bahuri.rmol news logo article

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

ARTIKEL LAINNYA