Hal yang meringankan itu antara lain posisi Bharada E yang diperintah oleh orang yang kedudukannya lebih tinggi di institusi yang menghendaki pertempuran dalam situasi tertentu. Walaupun sejatinya perintah Ferdy Sambo itu tidak seharusnya dikeluarkan, apalagi hingga harus menghilangkan nyawa orang lain.
Begitu disampaikan saksi ahli meringankan yang dihadirkan tim penasihat hukum terdakwa Richard Eliezer, Romo Franz Magnis Suseno, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (26/12).
“Menurut saya, yang tentu paling meringankan adalah kedudukan yang memberikan perintah itu kedudukan tinggi yang jelas memberi perintah. Di kepolisian, seperti di dalam situasi pertempuran militer, memang bisa ada situasi di mana atasan memberi perintah tembak itu, di segala profesi lain tidak ada itu,†kata Romo Magnis.
Di sisi lain, kata Romo Magnis, secara psikologis anak muda seperti Eliezer yang berusia 24 tahun itu dinilai tidak akan berani membantah jenderal bintang dua yang memiliki pangkat dan relasi kuasa lebih tinggi. Apalagi, di kepolisian ada istilah “laksanakan†perintah.
“Sejauh di dalam kepolisian tentu akan ditaati, tidak mungkin (dibantah). Katanya Eliezer 24 tahun umurnya, jadi masih muda, budaya “laksanakan†itu adalah unsur yang paling kuat,†tuturnya.
Untuk faktor lainnya, Romo Magnis juga menyebut ada situasi membingungkan secara etika moral dan terjadi ketegangangan saat Baharada E menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo.
“Tidak ada waktu untuk melakulan pertimbangan matang di mana umumnya kalau ada keputusan penting coba ambil waktu tidur dulu, dia (Bharada E) harus langsung bereaksi. Menurut saya itu tentu dua faktor yang secata etis sangat meringankan,†demikian Romo Magnis.
BERITA TERKAIT: