OTT Kajari Pamekasan Momentum Jokowi Evaluasi Kinerja Jaksa Agung

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 04 Agustus 2017, 19:03 WIB
OTT Kajari Pamekasan Momentum Jokowi Evaluasi Kinerja Jaksa Agung
HM Prasetyo/Net
rmol news logo Insiden Operasi Tangkap Tangan (OTT) Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pamekasan, Madura, Jawa Timur, Rudy Indra Prasetya oleh Tim Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai menjadi momentum untuk mengevaluasi kinerja Jaksa Agung, HM Prasetyo.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Emerson Yuntho menjelaskan, selama di bawah kepemimpinan Prasetyo, Korps Adhyaksa sudah lima kali terjaring kasus hukum.
 
"Jokowi harus evaluasi kinerja Prasetyo. Ini tidak ada suri tauladan dari pemimpin Kejaksaan Agung," katanya dalam surat elektronik yang dikirimkan ke redaksi, Jumat (4/8).
 
Lebih lanjut, tertangkapnya oknum jaksa dalam kasus dugaan korupsi itu juga membuktikan fungsi pengawasan dan pembinaan yang dilakukan Prasetyo tidak berjalan di Kejaksaan Agung.
 
"Jadi, fungsi pengawasan dan pembinaan tidak berjalan selama kepemimpinan Prasetyo," ujarnya.
 
Berdasarkan data ICW, oknum-oknum jaksa yang terseret kasus korupsi di bawah kepemimpinan Prasetyo, yakni dua jaksa penuntut umum (JPU) di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, Deviyanti Rochaeni dan Fahri Nurmello, yang ditangkap KPK pada 2016 lalu. Keduanya ditangkap karena menerima suap dari mantan Bupati Subang, Ojang Suhandi.
 
Suap itu diberikan untuk meringankan tuntutan terhadap dua pejabat Dinas Kesehatan Subang yaitu Jajang Abdul Kholik dan Budi subianto. Keduanya tersangkut kasus korupsi penyalahgunaan anggaran pengelolaan dana kapitasi dan program BPJS Kesehatan tahun anggaran 2014 di Dinas Kesehatan Subang.
 
Pada November 2016, Pengadilan Negeri Tipikor Bandung menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara untuk Fahri. Sementara Deviyanti divonis penjara selama empat tahun.
 
Kemudian, Jaksa Pidana Khusus pada Kejaksaan Tinggi Jawa Timur Ahmad Fauzi yang ditangkap tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Jawa Timur pada akhir November 2016 karena menerima suap dalam perkara pengalihan lahan di Sumenep.
 
Pemberian suap itu dimaksudkan agar ia tidak ditetapkan tersangka oleh Fauzi yang saat itu sebagai penyidik. Penangkapan Fauzi tak lama setelah dia mengikuti sidang praperadilan Dahlan Iskan di Pengadilan Negeri Surabaya.
 
Pengadilan Tipikor Surabaya memvonis Fauzi dengan hukuman empat tahun penjara. Dia dinyatakan terbukti menerima suap sebesar 1,5 miliar rupiah.
 
Selain itu, Kepala Seksi III Intelijen Kejaksaan Tinggi Bengkulu Parlin Purba yang ditangkap tangan KPK pada Juni 2017 lalu usai menerima suap.
 
Suap yang diberikan kepada Parlin diduga berhubungan dengan pengumpulan data dan bahan keterangan terkait proyek pembangunan irigasi yang berada di bawah Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu.
 
Saat ini, Parlin ditahan di Rutan Pomdam Jaya Guntur. Selain Parlin, KPK juga menetapkan pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) VII Provinsi Bengkulu, Amin Anwari, dan Direktur PT Mukomuko Putra Selatan Manjudo Murni Suhardi sebagai tersangka. [sam]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA