Majelis hakim yang diketuai Mas'ud menyatakan bahwa surat dakwaan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai dasar pemeriksaan dalam mengadili perkara tindak pidana korupsi sah sehingga menolak eksepsi politisi Partai Kebangkitan Bangsa tersebut.
Hakim menganggap dakwaan jaksa telah menyebutkan secara jelas, lengkap dan cermat mengenai tempat atau waktu kejadian perkara. Dengan demikian, surat dakwaan telah memenuhi unsur formil sesuai KUHAP. Dalam amar putusan sela, Mas'ud memerintahkan jaksa KPK untuk selanjutnya menghadirkan para saksi.
"Mengadili, menyatakan eksepsi keberatan terdakwa dan penasehat hukum tidak dapat diterima," ujar Mas'ud di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (2/8).
Musa sendiri didakwa menerima suap Rp 7 juta sebagai komitmen komisi setelah mengusulkan program prioritas dalam proyek pembangunan infrastruktur jalan Taniwel-Saleman dan rekonstruksi jalan Piru-Saisala di Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara.
Setelah usulan berhasil, perusahaan milik Abdul Khoir dan PT Cahaya Mas Perkasa yang dipimpin tersangka Soe Kok Seng alias Aseng bakal menjadi pelaksana proyek. Patut diduga uang diberikan untuk menggerakkan anggota dewan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya.
Terkait adanya perbedaan pasal tindak pidana dalam dokumen pelimpahan berkas penyidikan dan surat dakwaan, menurut hakim, hal itu hanya sebuah kesalahan pengetikan yang tidak punya konsekuensi yuridis dalam pembuktian. Selain itu, materi yang disampaikan tidak relevan dimasukkan dalam lingkup eksepsi.
Dalam pelimpahan berkas penyidikan, KPK mencantumkan pasal 12 huruf (b) Undang-Undang 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara, dalam surat dakwaan tercantum pasal 12 huruf (a) atau pasal 11 UU 31/1999 sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 junto pasal 55 ayat 1 KUHP.
"Kesalahan pengetikan yang tidak prinsip artinya dalam membacakan surat dakwaan," kata Mas'ud saat membacakan putusan sela.
[wah]
BERITA TERKAIT: