Kondisi ini berdampak pada pelaksanaan tugas dan fungÂsi LPSK dalam melindungi saksi dan korban kejahatan sesuaiperintah Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban.
Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, menyebutkan duÂkungan anggaran yang minim, sekitar Rp 70 miliar, memÂbuat peran LPSK belum bisa maksimal. Akibatnya, LPSK menjadi sangat selektif dalam memberikan layanan.
"Padahal di sisi lain, angka kejahatan setahun jumlahnya berkisar di angka 500 ribuan kasus," ungkapnya saat berÂtemu dengan Sekretaris Kabinet Pramono Anung di kanÂtornya, Jakarta, kemarin.
Dalam pertemuan tersebut, LPSK meminta dukungan dari pemerintah terkait program-program kerjanya ke depan. "LPSK sangat berharap dukunÂgan maksimal dari pemerintah. Dukungan dimaksud mulai dari anggaran hingga hal-hal teknis lainnya," katanya.
Apalagi, perlindungan terhÂadap saksi dan korban kejahaÂtan merupakan salah satu hal yang tersebut dalam Nawa Cita Presiden Jokowi.
Hanya saja sejak Presiden Jokowi dilantik, LPSK belum berkesempatan bertemu presiden. "LPSK bertanggung jawab kepada presiden, semenÂtara di DPR, LPSK bermitra dengan Komisi III. Namun, sejak pergantian pemerintahan di bawah Pak Jokowi, LPSK belum pernah bertemu dengan beliau. Padahal, LPSK juga turut membantu mensukseskan program-program yang digaÂgas Presiden Jokowi khususnya dalam penegak hukum," ujar Semendawai.
Pihaknya juga berencana mengundang Presiden Jokowi untuk bisa meresmikan Gedung LPSK di Jakarta Timur yang pembangunannya baru selesai tahun ini. "Dengan diresmikan presiden, diharapkan memberiÂkan dampak psikologis agar LPSK bisa sejajar dari lembaga lainnya," imbuhnya.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, secara pribadi dirinya sangat mengenal LPSK. Apalagi, dirinya juga ikut mengesahkan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban saat masih di DPR. "LPSK bukan barang baru bagi saya karena saya termasuk salah satu pengusul terbentuknya LPSK," katanya. ***
BERITA TERKAIT: