Peringatan Hari HAM Momentum Pemerintah Introspeksi Diri

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 09 Desember 2016, 15:38 WIB
Peringatan Hari HAM Momentum Pemerintah Introspeksi Diri
Net
rmol news logo Dunia internasional akan memperingati Hari Hak Asasi Manusia (HAM) pada 10 Desember 2016. Dalam konteks nasional, momentum tersebut dinilai bisa dimanfaatkan sebagai sarana untuk mengingatkan pemerintah selaku pemegang kewajiban atau duty bearer.

Untuk menghormati, memajukan, dan memenuhi hak asasi manusia di Indonesia. Pasalnya, selama dua tahun memimpin, janji-janji dalam Nawacita terkait hak asasi manusia belum satu pun dijalankan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

"Bahkan ada banyak kontradiksi dalam kebijakan pemerintah terkait hak asasi manusia," ujar Ketua Setara Institute Hendardi kepada wartawan di Jakarta, Jumat (9/12).
 
Dia menjelaskan, pada forum internasional terbaru di Bali Democracy Forum misalnya, Jokowi membanggakan kemampuan negara mengelola kemajemukan tetapi fakta lapangan menunjukkan sebaliknya dan justru pemerintah cenderung mengabaikan memajukan perlindungan kebebasan beragama/berkeyakinan.

Parahnya lagi, ujar Hendardi, pemerintah nyaris tidak punya sikap dan roadmap bagaimana pemajuan, penghormatan, dan pemenuhan HAM akan dijalankan dan diintegrasikan dalam proses pembangunan negara.

Sementara, janji penuntasan pelanggaran HAM masa lalu juga tidak pernah memperoleh perhatian dari Jokowi, meski eksplisit disebutkan dalam Nawacita. Bahkan ketika berbagai elemen mendorong penuntasan kasus 1965 misalnya, Jokowi justru membiarkan kampanye negatif tentang kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI) yang sesungguhnya merupakan instrumen penundukan untuk menggagalkan pemenuhan kewajiban negara dalam mengungkap, mengadili, dan memulihkan korban pelanggaran HAM berat. 

"Pemerintah pusat justru miskin inisiatif dibanding dengan sejumlah kepala daerah yang visioner meniti jalan keadilan melalui prakarsa di tingkat lokal untuk memajukan hak asasi manusia," jelas Hendardi.

Dalam sisi legislasi pun pemerintah bersikap sama. Giat melakukan deregulasi ekonomi tetapi pada saat yang bersamaan abai memastikan produk legislasi yang potensial merampas hak asasi manusia.

Hendardi mencontohkan revisi UU ITE justru menjadikan warga rentan dikriminalisasi dan mengancam kebebasan berekspresi. Revisi UU Terorisme yang berencana mengakomodasi TNI sebagai aktor yang akan menangani penegakan hukum, juga rentan pelanggaran HAM.

Sementara TNI katanya,  dibiarkan menikmati previlege atau keistimewaan tidak diadili pada peradilan umum, meski anggota TNI melakukan tindak pidana umum. Ini bentuk pelembagaan pelanggaran asas hak kesamaan di muka hukum (equality before the law). Padahal, janji merevisi UU Peradilan Militer juga tercantum dalam Nawacita.

Di tengah absennya pemerintah dalam pemajuan HAM, l komisi-komisi HAM justru mengalami delegitimasi dari publik sebagai instrumen pemajuan HAM. Komnas HAM misalnya, selain gagal menjalankan Paris Principles, suatu prinsip pengelolaan lembaga HAM di setiap negara, yang diindikasikan dengan kegagalan mengelola akuntabilitas keuangan, juga terjebak pada agenda rutin yang hanya berujung pada pelaksanaan kegiatan-kegiatan seremonial tanpa memberikan dampak yang presisi pada pemajuan HAM.

Sementara Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) justru semakin menunjukkan konservatisme dalam perspektif dan pembelaannya pada hak-hak anak Indonesia. Populisme yang dipupuk melalui liputan media menjadi orientasi kerja KPAI, meski harus melakukan reviktimisasi pada anak yang menjadi korban. Hanya Komnas Perempuan, yang dengan keterbatasan mandatnya, masih tetap menjadi instrumen cukup efektif bagi advokasi dan pemajuan hak-hak perempuan. Sejumlah terobosan dan intervensi legislasi yang kondusif bagi penghapusan diskriminasi dan kekerasan terhadap perempuan telah menjadi fokus yang efektif bagi Komnas Perempuan.

Pendek kata, secara umum pemerintahan ini tidak memiliki belied yang jelas tentang agenda hak asasi manusia dan belum menunjukkan keberpihakan politik pada pengungkapan kasus masa lalu, penanganan kasus masa kini, dan politik legislasi yang kondusif untuk mencegah terjadinya pelanggaran HAM di masa yang akan datang.

"Rencana Aksi Nasional HAM (RANHAM) yang diklaim sebagai acuan pembangunan bidang HAM hanyalah dokumen perencanaan sebagai dasar untuk memperoleh anggaran tanpa mampu melimpahkan keadilan bagi warga. Apalagi dengan aneka kegiatan seremonial rutin yang tidak berdampak nyata," demikian Hendardi. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA