"Sangatlah tidak benar ketika laporan TPF Munir itu sengaja dihilangkan. Tidak ada kepentingan dan urgensi apapun untuk menghilangkan naskah laporan itu," jelasnya di Puri Cikeas, Bogor, seperti dikutip
Antara, Selasa (25/10).
Menurut Sudi, pada saat itu negara telah melakukan bukan hanya penyelidikan, penyidikan, dan pengusutan, tetapi juga sudah digelar sejumlah peradilan kepada mereka yang didakwa melakukan kejahatan atas meninggalnya Munir.
"Bahwa barangkali keputusan peradilan tidak selalu memuaskan dan tidak sesuai dengan harapan sejumlah kalangan tidaklah harus mengatakan pemerintahan presiden SBY tidak serius, tidak menindaklanjuti temuan kasus Munir," ujarnya.
"Benar bahwa presiden adalah kepala negara dan kepala pemerintahan dan barangkali dianggap memiliki kewenangan yang kuat. Tetapi presiden RI tidak memiliki hak dan kewenangan konstitusional misalnya untuk menghukum orang menjadi tersangka dan harus diadili, dan kemudian harus dinyatakan bersalah," jelas Sudi.
Meski demikian, dia mengatakan bahwa hal tersebut tidak berarti bahwa pintu pencari kebenaran dan keadilan sejati atas meninggalnya Munir tertutup bagi siapapun.
"Kalau memang masih ada kebenaran yang belum terkuak, namun semua itu harus ditempuh sesuai dengan sistem dan aturan main serta praktik-praktik penegakan hukum yang secara universal dianut oleh masyarakat internasional," demikian Sudi.
[wah]
BERITA TERKAIT: