"Ditanya beberapa pertanyaan, jelaskan masalah soal lahan Cengkareng," ujarnya di Balai Kota, Kamis (14/7).
Menurut Ahok, penyidik lebih menanyakan kepadanya mengenai proses pembelian lahan yang juga diakui kepemilikannya oleh beberapa pihak lain.
"Kita lebih laporin proses belinya seperti apa, internal," lanjutnya.
Mantan bupati Belitung Timur itupun lantas menyerahkan tindak lanjut keterangan yang sudah diberikannya dalam pembelian lahan rusun Cengkareng kepada Bareskrim.
"Selanjutnya tanya Bareskrim. Kalau dari kita kan sudah ngajuin ada pemalsuan dokumen," tegas Ahok.
Sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan bahwa tanah seluas 4,6 hektar yang dibeli atas kesepakatan Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan DKI dengan penjualnya ternyata milik Dinas Kelautan, Perikanan dan Ketahanan Pangan DKI atau dengan kata lain milik Pemprov DKI sendiri.
Lahan dibeli pada 13 November 2015. Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintahan DKI dengan penjualnya menyepakati harga sebesar Rp14,1 juta per meter persegi, padahal nilai jual obyek pajak (NJOP) di wilayah itu Rp 6,2 juta.
Berdasarkan data yang dihimpun, sejak tahun 1967 lahan tersebut sebenarnya sudah dimiliki Pemprov DKI atas nama Dinas Kelautan, Pertanian, dan Ketahanan Pangan. Namun, pemprov tidak segera membuatkan sertifikatnya hingga pengusaha D.L. Sitorus pemilik PT Sabar Ganda mengklaim lahan itu pada 2007.
Sitorus dan Pemprov DKI saling menggugat di pengadilan hingga Mahkamah Agung memenangkan Pemprov DKI pada 2010. Empat tahun kemudian muncul Toeti Noezlar Soekarno, warga Jalan Dedes, Kota Bandung, Jawa Barat yang mengaku memiliki sertifikat atas lahan itu. Dia lalu menawarkannya kepada Pemprov DKI dengan harga jual Rp 17,5 juta per meter persegi, yang disepakati di harga Rp 14,1 juta.
[wah]
BERITA TERKAIT: