Kejagung Lambat Tangani Korupsi Mobile 8

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Jumat, 22 Januari 2016, 20:15 WIB
Kejagung Lambat Tangani Korupsi Mobile 8
net
rmol news logo Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung terlihat kesulitan menuntaskan kasus dugaan tindak pidana korupsi kasus penerimaan kelebihan bayar atas pembayaran (restitusi) pajak PT Mobile 8 Telecom (PT Smartfren) tahun anggaran 2007-2009.

"Yang menarik untuk kita cermati adalah mengapa sudah sampai sejauh itu penyidikan dilakukan namun mengapa pula mereka masih belum bisa menuntaskan permasalahan tersebut. Mengapa terlihat seperti teramat sulit," kata pengamat hukum Siek Tirtosoeseno kepada wartawan di Jakarta, Jumat (22/1).

Padahal, jaksa penyidik sudah memeriksa dua saksi mantan petugas pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang bertugas di Perusahaan Masuk Bursa (PMB) Jakarta, yang kini sudah pindah bertugas di KPP Madya Pekanbaru dan KPP Madya Semarang. Terkait prosedur pelaksanaan penghitungan atas permohonan restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom.

Menurut Siek, dari banyaknya saksi yang sudah diperiksa, seolah-olah penanganan itu sudah berjalan alamiah layaknya penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi. Namun yang menjadi pertanyaan publik apakah semua hal yang dilakukan penyidik Gedung Bundar adalah murni berkaitan pidana korupsi.

"Berkembang pemikiran bukankah kasus restitusi pajak itu masuk dalam ranah tindak pidana umum. Sebab banyak kasus yang sedemikian yang ditangani aparat hukum, menerapkan pasal-pasal pada KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Pidana)," tanyanya.

Lanjut dia, bila ada indikasi pidana umum maka akan lebih dekat terkait dengan dugaan pemalsuan dan rangkaian kata-kata bohong yang akhirnya berhasil mengambil uang negara.

"Kami mensinyalir ini yang menyebabkan agak terlambat penuntasan persangkaan itu. Kejagung lebih terlihat mengedepankan kasus hangat dugaan korupsi namun dalam praktik penanganannya lebih dominan kepada penanganan tindak pidana umum," jelas Siek.

Doktor alumni Universitas Indonesia itu, juga mempertanyakan sikap Kejagung apakah ditemukan aliran dana dari pihak pemohon restitusi kepada aparatur sipil negara. Apakah petugas pajak disinyalir menerima sesuatu dalam kaitan tugas dan fungsinya saat memproses permohonan pajak PT Mobile 8 tersebut.

Karenannya, lamanya penuntasan persangkaan kasus itu, lantaran jaksa penyidik bersikekeuh menyeret kasus itu ke ranah korupsi ketimbang penanganan tindak pidana umumnya.

"Jikalau benar seperti itu maka ditakutkan hal itu akan membuka potensi kasus tersebut bisa dipatahkan dengan mudah oleh pihak terduga di kasus Mobile 8 itu," papar Siek.

Sebab itu, dia menyarankan, sebaiknya Kejagung melakukan penyidikan yang lebih tajam agar persangkaan itu mengena kesasaran. Sebab dari penafsiran publik sesuai dengan fakta-fakta opini yang beredar selama ini semakin membingungkan.

"Bisa saja menimbulkan persepsi keliru dari yang dilakukan Kejagung. Ini, sangat disesalkan," tandas Siek yang juga direktur eksekutif Suara Indonesiaku.

Diketahui, dalam kasus restitusi Pajak Mobile 8 Jaksa penyidik sudah melakukan pemeriksaan terhadap belasan saksi, namun tak satu juga yang berstatus tersangka. Padahal saksi yang sudah diperiksa diantaranya Direktur PT Djaja Nusantara Komunikasi Ellyana Djaja, Komisaris PT. Bhakti Investama Hary Djaja, mantan Direktur Keuangan PT. Mobile 8 Telecom Lucy Suyanto, Mantan Komisaris PT. Mobile 8 Ir. Muhammad Budi Rustanto, PNS/Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bekasi Selatan Dwi Riani Lubis, KPP Pratama Manado Liza Khoironi, KPP Madya Pekanbaru Deden Deni Setiadi, KPP Madya Semarang Suwarsono, dan auditor independen kantor akuntan publik Kanaka Puradiredja Suhartono.

Bahkan penyidik telah menjadwalkan pemeriksaan saksi lainnya namun tak hadir dari panggilan, mereka diantaranya mantan komisaris PT Mobile8 Mohammad Suleiman Hidayat, mantan Dirut PT Mobile 8 Widyasmoro Sih Handayanto, mantan Menteri Perhubungan Agum Gumelar saat itu Komisaris Independen PT Mobile 8, Indro Tjahjono selaku Direktur PT. TDM Aset Manajemen dan Pasar Modal, serta Ali Chendra selaku Komisaris PT. TDM Aset Manajemen dan Pasar Modal.

Sebelumnya, jaksa penyidik Gedung Bundar telah menaikkan penyelidikan kasus ini ke penyidikan namun urung menetapkan tersangka. Peningkatan penyelidikan ke penyidikan itu karena diduga ada transaksi pengadaan pembelian fiktif antara PT Mobile 8 Telecom dengan PT Djaya Nusantara Komunikasi (DNK) sebanyak Rp 50 miliar dan Rp 30 miliar selama tahun 2007-2009.

Diduga, PT DNK tidak sanggup membayar pembelian barang produk komunikasi senilai Rp 80 miliar kepada PT Mobile 8 Telecom. Transaksi yang menjadi dasar pengajuan restitusi pajak PT Mobile 8 Telecom itu terjadi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Surabaya. Untuk menyiasati agar seolah-olah terjadi jual-beli, maka dibuat invoice atau faktur yang sebelumnya dibuat purchase order agar seolah-olah terdapat pemesanan barang dari PT DNK, yang faktanya PT DNK tidak pernah menerima barang dari PT Mobile 8 Telecom.

Pada tahun 2008, PT DNK menerima faktur pajak dari PT Mobile 8 Telecom yang total nilainya Rp 114.986.400.000. Padahal, PT DNK tidak pernah melakukan pembelian dan pembayaran, serta merima barang. Diduga faktur pajak yang telah diterbitkan yang seolah-olah ada transaksi antara PT Mobile 8 Telecom dengan PT DNK, digunakan oleh PT Mobile 8 Telecom untuk pengajuan kelebihan pembayaran kepada KPP Surabaya, hal itu dilakukan agar masuk bursa di Jakarta.

Atas ajuan tersebut, pada tahun 2009, PT Mobile 8 Telecom menerima pembayaran restitusi pajak sejumlah Rp 10.748.156.345. Seharusnya, PT Mobile 8 Telecom tidak berhak mendapatkan uang karena tidak pernah ada jual-beli barang. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA