Moratorium Menteri Susi Dipertanyakan

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/'></a>
LAPORAN:
  • Sabtu, 05 September 2015, 01:53 WIB
Moratorium Menteri Susi Dipertanyakan
net
rmol news logo Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 56/Permen-KP/2014 tentang Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Indonesia yang berlaku 3 November 2014 hingga 31 Oktober 2015.

Moratorium berlaku untuk kapal yang pembuatannya di luar negeri dengan kapasitas di atas 30 GT. Selain itu, Menteri Susi juga mengeluarkan pelarangan transshipment melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57/Permen-KP/2014.

Direktur Eksekutif Indonesia Maritime Institute (IMI) Yulian Paonganan mengatakan, hingga kini peraturan tersebut masih memunculkan pertanyaan. Pasalnnya, pelarangan berimbas pada aktivitas kapal-kapal tangkap milik para pengusaha nasional karena diberlakukan secara pukul rata. Regulasi itu juga tidak sinergis dengan kementerian teknis lainnya untuk mengatasi dampak dari pemberlakukan moratorium.

"Kapal di Indonesia banyak dan alat tangkapnya juga banyak, namun tidak bisa disamaratakan begitu saja, karena fleet 30 GT itu hanya 3,7 persen yang terdaftar. Apa masih relevan moratorium tersebut," jelasnya kepada redaksi di Jakarta, Jumat malam (4/9).

Menurut Ongen, begitu dia disapa, akibat moratorium pengusaha nasional banyak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK). Sasaran penerbitan moratorium juga tidak jelas dan sumir. Untuk itu dia menduga adanya kepentingan di balik penerbitan moratorium.

"Seperti gelap mata dalam membuat moratorium tersebut. Jika moratorium itu efektif, berapa PNBP yang sudah dihasilkan kementeriannya di tahun ini. Apakah sudah sesuai target atau makin menurun dari tahun sebelumnya," bebernya.

Seharusnya, Menteri Susi berkomunikasi dengan pengusaha nasional, nelayan lokal untuk persiapan fasilitas penangkapan dan regulasi.

"Menteri satu ini tidak persiapkan semuanya dengan baik. Ego sektoral atas penerbitan moratorium ini sangat jelas. Apakah ikan-ikan hasil tangkapan nelayan saat ini masih laku di luar negeri? Patut digarisbawahi, imbas moratorium ini sangat besar. Begitu juga ketentuan wilayah operasional nelayan tradisional yang hanya 12 mil juga membuat nelayan menangkap ikan saat ini relatif berkurang," ungkap Ongen.

Senada disampaikan pakar hukum tata negara Margarito Kamis yang menilai kebijakan moratorium Menteri Susi akan menyulitkan siapapun. Serta memberi pengaruh negatif.

"Imbasnya ya pengusaha, baik lokal maupun asing enggan berinvestasi. Pemerintah tidak terlalu cermat menyelesaikan masalah yang sesungguhnya. Kebijakan ataupun regulasi di Indonesia saat ini cenderung memihak kelompok tertentu," tambahnya.

Menurut Margarito, Indonesia saat ini memerlukan investasi untuk menolong perekonomian. Untuk itu, kepemimpinan politik harus mengerti masalah bangsa seperti yang terjadi di sektor perikanan dan kelautan.

"Berikan aturan dan kepastian hukum bagi pengusaha. Birokrasi jangan menjadi serigala pemangsa pengusaha. Presiden harus berani copot menteri yang berafiliasi bisnis dalam membuat regulasi," tandasnya. [wah]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA