Mahasiswa Desak Presiden Bentuk Tim Khusus Bencana Sumatera

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/widodo-bogiarto-1'>WIDODO BOGIARTO</a>
LAPORAN: WIDODO BOGIARTO
  • Sabtu, 20 Desember 2025, 18:05 WIB
Mahasiswa Desak Presiden Bentuk Tim Khusus Bencana Sumatera
Desa terdampak banjir bandang di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Minggu 30 November. (Foto: AP Photo/Ade Yuandha)
rmol news logo Presiden Prabowo Subianto didorong segera mengambil langkah politik tegas dengan membentuk Tim Khusus Koordinasi Bencana Sumatera. Dorongan menguat menyusul lambannya kinerja Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam menangani bencana beruntun di sejumlah provinsi, mulai dari lemahnya koordinasi lintas daerah hingga tersendatnya distribusi bantuan.

"Tim khusus tersebut harus memiliki kewenangan lintas kementerian dan lembaga, serta mampu bertindak cepat tanpa terhambat birokrasi yang berbelit. Negara tidak boleh terus menyerahkan beban krisis kepada daerah yang kapasitasnya terbatas," tegas Ketua Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala (USK), Akhdan Mamduh, dalam keterangannya, Sabtu, 20 Desember 2025.

Menurut Akhdan, tim khusus perlu diberi mandat yang jelas untuk mengoordinasikan penanganan darurat lintas provinsi, memastikan distribusi logistik berjalan lancar, serta mengendalikan pasokan LPG, BBM, dan bahan pokok ke wilayah terdampak dan terisolir. Tanpa langkah terobosan, masyarakat akan terus menjadi korban berlapis, terdampak bencana sekaligus kesulitan memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

Pembentukan tim khusus, lanjut dia, bukan sekadar solusi teknis, melainkan sinyal politik bahwa negara benar-benar hadir. Jika BNPB belum mampu bekerja efektif dalam menghadapi krisis regional yang beruntun, maka intervensi langsung Presiden merupakan langkah yang sah, konstitusional, dan mendesak. Keselamatan rakyat harus ditempatkan di atas kepentingan institusional dan ego sektoral.

Banjir dan longsor yang berulang di Sumatera, menurut Akhdan, seharusnya menjadi peringatan keras. Tanpa pembenahan serius dan kepemimpinan yang kuat dalam penanganan bencana, tragedi serupa hanya akan terus berulang.

Di Aceh, banjir dan longsor mengisolasi sejumlah wilayah, memutus akses jalan, distribusi logistik, serta layanan dasar masyarakat. Di Sumatera Barat, bencana serupa menelan korban jiwa dan merusak permukiman warga. Sementara di Sumatera Utara, banjir dan longsor kembali terjadi di kawasan rawan yang seharusnya telah memiliki sistem mitigasi lebih matang. Namun fakta di lapangan menunjukkan respons yang lamban dan ketergantungan penuh pada kapasitas pemerintah daerah yang terbatas.

Masalah tidak berhenti pada fase tanggap darurat. Pascabanjir dan longsor, masyarakat di sejumlah daerah terisolasi di Aceh, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara justru menghadapi krisis lanjutan berupa kelangkaan LPG, BBM, dan bahan pokok.
Ketika akses terputus dan distribusi terganggu, negara kembali dinilai absen dalam menjamin kebutuhan dasar rakyatnya. Situasi ini menegaskan bahwa penanganan bencana di Sumatera tidak bisa lagi dilakukan secara parsial, sektoral, dan reaktif.

“Tim Khusus Koordinasi Bencana Sumatera bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak. Ini sekaligus menjadi ujian apakah negara benar-benar berpihak pada rakyat, atau hanya hadir ketika kamera media menyala,” pungkas Akhdan.rmol news logo article
EDITOR: ADE MULYANA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA