Beberapa hari terakhir, dia bersama suaminya sedang berada di Jakarta untuk melaporkan kasusnya ke Ombudsman, Komnas HAM, Kementerian Hukum dan HAM, juga Komisi III DPR RI.
Ema Febrina yang beralamat di Dusun Pasar Lama, Parit Baru, Kecamatan Selakau, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat, menjelaskan bahwa awal perkaranya setelah ia membeli satu unit kendaraan roda empat merk Toyota Avanza tahun 2010 dengan nomor polisi KB 1682P warna abu-abu metalik dengan nomor rangka/NIK: MHFMIBA3JAK213460 dan nomor mesin DF18290.
Surat Tanda Nomor Kendaraan atas nama Ema Febrina menggunakan fasilitas kredit PT. Astra Credit Companies (ACC) Cabang Pontianak, yang dahulu beralamat di Jalan Ahmad Yani Blok B12-12A Pontianak. Sekarang perusahaan itu beralamat di Jalan Perdana Komplek Perdana Square Blok C12 Kota Pontianak.
"PT. ACC telah melakukan penarikan sepihak pada tanggal 26 September 2011, tanpa menunjukkan sertifikat jaminan fidusia, surat tugas, dan lain-lainnya tanpa diketahui pemilik mobil," kata Ema dalam pernyataan persnya yang diterima redaksi (Kamis, 29/3).
Ia mengaku telah menempuh jalur penyelesaian yaitu melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) kota Singkawang sehingga dikeluarkan putusan nomor 34 tahun 2012 tanggal 25 September 2012.
"Setelah mendapat putusan dari BPSK, kami pernah mendatangi kantor Kementerian Hukum dan HAM Kalbar pada pertengahan Februari 2013 dan April 2014 untuk menanyakan apakah terhadap unit yang dimaksud telah didaftarkan fidusianya," ujar dia.
Setelah dicek oleh Kemenkumham Kalbar, diperoleh keterangan bahwa unit yang dimaksud tersebut tidak didaftarkan ke kantor pendaftaran fidusia.
Menurut Ema, dengan tidak didaftarkannya unit tersebut oleh pihak finance, maka langkah perusahaan itu telah bertentangan dengan UU 42/1999 tentang jaminan fidusia (Pasal 5, 11, 12) di mana setiap benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan dan UU 20/1997 tentang penerimaan negara bukan pajak.
"Maka perusahaan finance tersebut telah melakukan penggelapan pajak atau uang negara," tegasnya.
Ema juga mengatakan bahwa kasus ini telah diperjuangkannya terus menerus selama 3 tahun terakhir, namun selalu mentok di kantor penegak hukum. Bahkan ia sempat merasa diintimidasi oleh aparat yang menerima laporan kasusnya.
"Saya tidak lagi memperjuangkan mobil itu, tapi lebih dari itu adalah rasa keadilan. Kasus seperti ini banyak, tapi semua korbannya diam," tutupnya.
[ald]
BERITA TERKAIT: