"SK
Mendagri tersebut bertentangan dengan hukum serta rasa keadilan
masyarakat," kata Achmad dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (18/12).
Rachmat
sendiri divonis sebagai terdakwa 16 September 2014. Rachmat kemudian
mengajukan pengunduran diri (status sudah terdakwa) pada tanggal 20
September. Sementara Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 131.32.4652
tahun 2014 tanggal 25 November 2014 memutuskan Rachmat diberhentikan
secara terhormat.
Dari dasar itu ada beberapa fakta fakta yang
tidak sesuai dari undang undang. Sebab, dalam pasal 29 UU NO 12 2008,
Kepala Daerah berhenti karena meninggal dunia, permintaan sendiri dan
diberhentikan. Untuk point diberhentikan karena status terdakwa dan
pengunduran Rahmat tanggal 20 september 2014 harusnya tidak berlaku
karena tanggal 16 September 2014 dia sudah berstatus terdakwa.
"Ini
sangat memukul masyarakat Bogor ditengah maraknya pemberantasan korupsi
dan ketegasan terhadap koruptor justru Kemendagri mengeluarkan
keputusan pemberhentian dengan hormat terhadap koruptor," terang Achmad.
Ahmad
menduga adanya intervensi yang begitu kuat kepada Kemendagri dalam
mengambil keputusan dan mengeluarkan SK terkait Bupati yang tersangkut
korupsi ini. Terlebih, Rachmat akan tetap mendapatkan fasilitas seperti
dana pensiun dan lain-lain dengan pemberhentian terhormat itu.
"Ini
sangat berbeda perlakuannya terhadap gubernur Banten dan gubernur Riau.
Apakah kekuatan politik ataukah kekuatan materi yang mengendalikannya.
Ini sungguh mencoreng citra Jokowi karena blunder keputusan terkait
koruptor," tandas Achmad.
[ysa]
BERITA TERKAIT: