Nikel merupakan logam penting bagi teknologi tinggi dan terutama digunakan sebagai elemen paduan dalam baja tahan karat. Kemampuannya membentuk paduan dengan berbagai logam seperti kromium, besi, tembaga, dan kobalt menghasilkan material yang sangat tahan korosi, kuat pada suhu ekstrem, dan memiliki sifat teknis yang unggul. Paduan nikel-kobalt digunakan sebagai material magnet permanen dalam kendali elektronik jarak jauh, teknologi nuklir, dan perangkat ultrasonik.
Di industri kimia, nikel dan paduannya berperan sebagai katalis penting untuk proses hidrogenasi. Selain itu, nikel banyak dipakai sebagai lapisan antikorosi pada logam dan pigmen keramik karena memberikan ketahanan aus yang baik serta meningkatkan kilau dan adhesi permukaan. Saat ini dengan berkembangnya mobil listrik nikel juga diburu karena bahan utama untuk katoda. Semakin tinggi kandungan nikel, semakin besar energi yang dapat disimpan baterai.
Hubungan Indonesia dengan nikel dalam satu dekade terakhir tidak dapat dilepaskan dari satu nama: Tsingshan Holding Group, raksasa logam Cina yang dalam tempo singkat menjelma menjadi kekuatan paling dominan dalam industri nikel global.
Indonesia memang memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, tetapi Tsingshan-lah yang berhasil menjadikannya menjadi nilai tambah dengan membangun industri terintegrasi, dari tambang, smelter hingga pabrik baja tahan karat dan baterai kendaraan listrik. Transformasi ini mengubah Sulawesi dan Maluku Utara menjadi pusat gravitasi baru industri mineral dunia, namun sekaligus memunculkan pertanyaan serius tentang siapa yang sesungguhnya diuntungkan dan bagaimana Indonesia menavigasi ketergantungan baru terhadap investasi asing (baca : Cina).
Tsingshan bermula sebagai pabrik kecil pembuat bingkai pintu mobil di Wenzhou pada akhir 1980-an. Namun pada 1990-an, Xiang Guangda-pendiri yang dijuluki “the alchemist”-beralih ke produksi baja tahan karat dan menemukan formula yang mengubah industri global: nikel pig iron (NPI) sebagai substitusi nikel murni untuk stainless steel. Inovasi ini memangkas biaya secara drastis dan mendorong ekspansi besar-besaran Tsingshan ke luar negeri.
Ketika terjadi krisis ekonomi global tahun 2008 pasokan nikel ke Tiongkok terganggu dan Xiang memutuskan melakukan lompatan strategis dengan masuk ke Indonesia yang memiliki cadangan bijih nikel terbesar dunia. Pada 2013, Tsingshan menandatangani kerja sama dengan Bintang Delapan Group untuk membangun PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), lalu mendirikan Weda Bay Industrial Park di Maluku Utara beberapa tahun kemudian. Keduanya kini menjadi klaster nikel terbesar di dunia lengkap dengan pembangkit listrik batubara sendiri, bandara, pelabuhan, dan ribuan pekerja asing serta domestik.
Kebijakan larangan ekspor bijih nikel 2014, lalu diperketat kembali pada 2020, menjadi titik balik industri nikel Indonesia. Pemerintah ingin membangun rantai nilai dalam negeri, namun kebijakan ini sekaligus mengunci first mover advantage bagi pemain yang sudah siap membangun pabrik pemurnian dan itu adalah Tsingshan.
Dalam banyak kasus, Tsingshan bukan sekadar mengikuti kebijakan Indonesia, tetapi dituduh menjadi aktor yang mendorong percepatan pelarangan ekspor. Laporan Reuters dan analisis pasar logam menunjukkan bahwa Tsingshan membeli cadangan besar nikel di LME (London Metal Exchange) pada 2019 tepat sebelum pelarangan ekspor, sehingga pesaingnya di Eropa-seperti Outokumpu-mengalami tekanan harga yang signifikan akibat kenaikan harga nikel yang tiba-tiba.
Pada awal Maret 2022, invasi Rusia ke Ukraina memicu kekacauan pasar komoditas dan harga nikel melonjak ekstrem. Lonjakan ini diperparah oleh perdagangan short squeeze terhadap Tsingshan, yang memegang posisi jual besar dan terpaksa membeli kembali kontrak di tengah kenaikan harga yang melambung. Harga nikel melesat hingga lebih dari 100.000 dolar AS per ton, memicu margin call (menambah jaminan) skala raksasa dan mengancam stabilitas banyak anggota bursa. Lonjakan ekstrem ini memicu margin call besar dari clearing house-artinya banyak broker/member LME yang berisiko gagal bayar jika harga tidak kembali stabil. Tanpa ada tindakan drastis kekacauan ini bisa menimbulkan “systemic risk” dan potensi kolaps sistem seluruh pasar komoditas.
Di pasar LME, kenaikan harga yang cepat memicu margin call besar bagi pelaku short, yang sering kali tidak mampu memenuhi tambahan jaminan. Akibatnya mereka dipaksa menutup posisi dengan membeli, sehingga mendorong harga naik lebih tinggi dan memperparah short squeeze.
Untuk mencegah keruntuhan pasar, LME menghentikan perdagangan nikel dan membatalkan transaksi senilai US$12 miliar pada 8 Maret 2022. LME menyatakan langkah tersebut diperlukan guna menghindari risiko sistemik dan potensi gagal bayar berantai di clearing house. Namun keputusan ini memicu kemarahan investor, Elliott Associates menuduh LME melakukan bailout terselubung terhadap Tsingshan dan mengajukan gugatan ke pengadilan.
Pada Maret 2024, Pengadilan Tinggi London menyatakan bahwa tindakan LME sah karena bertujuan menjaga stabilitas pasar, bukan menyelamatkan pihak tertentu, dan krisis ini memicu evaluasi ulang mendalam terhadap transparansi posisi besar dan batas intervensi bursa dalam pasar komoditas global.
Krisis bursa LME ini menunjukkan dua hal, pertama :Tsingshan bukan hanya produsen, tetapi aktor finansial yang memengaruhi pasar global, dan kedua, sistem perdagangan logam dunia rentan terhadap guncangan jika satu perusahaan terlalu dominan, dan suspensi perdagangan nikel di LME menunjukkan kekuatan Tsingshan bahwa nikel, - komoditas penting dunia- berada dalam pelukannya.
Beberapa jam setelah peristiwa penghentian perdagangan di London, lebih dari 10 bankir telah tiba di kantor Xiang Guangda di Shanghai untuk mendengar bagaimana rencananya menghadapi krisis. Xiang dengan tenang menghadapi mereka dan mengatakan “Saya yakin kita akan mengatasi ini”, Tsingshan adalah perusahaan yang kuat, katanya, dan memiliki dukungan pemerintah China. Lepas daripada itu, Xiang mempunyai keunggulan kunci: para bankir lebih ketakutan daripada dirinya.
Jika dia menolak membayar, mereka harus mengejarnya di pengadilan di Indonesia dan China. Apalagi, dia telah melakukan perdagangan nikel melalui berbagai entitas perusahaan-seperti cabang Hong Kong-dan tidak jelas apakah bank-bank bahkan memiliki hak untuk menyita aset-aset dari Tsingshan.
JP Morgan bank investasi Amerika yang memiliki eksposur terbesar dan disusul oleh beberapa pemain internasional seperti Standard Chartered Bank dan BNP Paribas harus berhati hati untuk menghadapi strategi Xiang Guangda. Namun kebanyakan lembaga keuangan adalah bank China dan Singapura yang memiliki sedikit pengalaman menangani situasi seperti ini dan dengan adanya pandemi maka tentunya akan menghambat proses due diligence aset di Indonesia.
Xiang memberikan konsesi berharga berupa jaminan pribadi, di mana bank dapat menyita hartanya jika ia gagal membayar utang, dan pada 14 Maret 2022, bank-bank menyetujui kesepakatan untuk menunda penagihan utang miliaran dolar dalam jangka waktu tertentu.
Sebagai imbalannya, Xiang setuju untuk mengurangi posisi short nikelnya setiap kali harga turun. Ketika pasar LME dibuka kembali, harga nikel menurun sehingga Tsingshan dapat menutup sekitar 20 persen dari posisi short-nya.
Kemudian Xiang menyelesaikan posisinya dengan bank-bank besar seperti JPMorgan dan hanya menyisakan posisi short yang kecil. Walaupun menderita kerugian perdagangan sekitar US$1 miliar, angka tersebut tertutup oleh keuntungan operasional perusahaan.
Dengan aset-aset produktif di Indonesia Tsingshan dapat melunasi hutang-hutangnya kepada lembaga-lembaga keuangan internasional dan ini menunjukkan betapa besarnya keuntungan dia beroperasi di Indonesia, meski Ijin Pertambangan yang dimiliki Tsingshan pada dasarnya sangatlah rapuh untuk industri berskala milyaran dollar.
Indonesia pada tahun 2009 melalui UU No 4 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara telah merubah rezim pertambangannya dari berbasis Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan. Berbeda dengan Kontrak Karya yang merupakan perbuatan hukum bersegi dua (tweezijdige rechtshandeling), Izin Usaha Pertambangan (IUP) sangat ringkih akan kepastian hukum.
Izin (vergunning) merupakan perbuatan hukum sepihak Perbuatan Hukum Sepihak (eenzijdige rechtshandeling) yang dapat dicabut sewaktu-waktu. Ini yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2021 ketika mencabut lebih dari 2.000 Izin Usaha Pertambangan (IUP) mineral dan batubara.
Dengan rezim IUP pada dasarnya posisi Indonesia adalah kuat dihadapan investor pertambangan jika dibandingkan dengan rezim Kontrak Karya atau PKP2B (Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara). Mengeluh, meradang dan menuduh investor pertambangan (asing) berperilaku tidak sesuai dengan norma hukum Indonesia oleh pejabat publik tentunya merupakan sifat yang kekanak-kanakan. Dan seperti banyak orang katakan, bangsa yang kekanak-kanakan dapatnya boneka bukan kemakmuran.
*Penulis adalah Energy Investment & PPP Specialist ENRI Indonesia
BERITA TERKAIT: