Hal itu tersebut sebagaimana mengemuka dalam sidang tanggapan Jaksa KPK atas eksepsi terdakwa Tafsir dalam sidang di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (20/8).
"Kami memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili untuk menolak keberatan atau eksepsi dari terdakwa yang diajukan melalui tim penasehat hukum terdakwa. Menetapkan untuk melanjutkan persidangan ini berdasarkan surat dakwaan penuntut umum," kata Jaksa KPK, Adyantana Meru Herlambang.
Jaksa dalam pertimbangannya menganggap keberatan penasehat hukum Tafsir sudah memasuki pokok perkara. Utamannya terkait keberatan yang mengatakan bahwa perbuatan yang dilakukan terdakwa bukan tindak pidana korupsi karena Universitas Indonesia (UI) ketika proses pengadaan IT Perpustakaan bukan BHMN (Badan Hukum Milik Negara). Sehingga, pembiayaan semua proyek bukan berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) ataupun Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Otomatis, tidak ada kerugian negara.
Menurut Jaksa, pertanyaan itu hanya akan bisa dijawab setelah pemeriksaan pokok perkara. Jaksa menekankan, surat dakwaan yang disusun sudah berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap saksi-saksi. Pun termasuk perihal dugaan penerimaan desktop dan ipad merk Apple oleh terdakwa yang dibantah dalam eksepsinya.
"Karena semua keberatan penasehat hukum telah memasuki pokok perkara, maka harus dinyatakan ditolak," pungkasnya.
Mantan Wakil Rektor UI, Tafsir Nurchamid sebelumnya didakwa melakukan perbuatan melawan hukum atau menyalahgunakan kewenangan dalam proyek instalasi infrastruktur teknologi informasi gedung Perpustakaan Pusat UI tahun 2010. Tafsir disebut memperkaya diri sendiri dan beberapa pihak sehingga merugikan negara sebesar Rp 13.076.486.264.
Dalam surat dakwaan, Tafsir disebut melakukan perbuatannya bersama-sama dengan mantan Rektor UI, Gumilar Rusliwa Somantri, Donanta Dhaneswara, Tjahjanto Budsatrio dan Dedi Abdul Rahmat.
Dalam pelaksanaan proyek, disebutkan Jaksa, pembelian barang oleh PT Makara Mas selaku pelaksana proyek kepada PT Derwiperdana tidak sesuai spesifikasi teknis yang diatur dalam kontrak. Sehingga, terindikasi ada pemahalan harga. Terlebih, ternyata dalam pengerjaan proyek tidak tepat waktu 60 hari sebagaimana dalam kontrak. Sebaliknya, selesai dalam waktu 90 hari. Hal ini menyebabkan pembengkakan anggaran dari semula Rp 19.953.102.000 menjadi Rp 20.692.287.000.
Atas molornya pekerjaan dan bertambahnya anggaran, terdakwa menandatangani perjanjian Addendum I dan Surat Persetujuan Tambah Kurang yang sengaja dibuat mundur.
Atas persetujuan Gumilar, terdakwa dan Ismail Yusuf selaku Direktur Arun Perkasa Inforindo juga menandatangai perjanjian pelaksanaan pekerjaan pelaksanaan instalansi infrastruktur IT Perpus UI pada sekitar bulan Nopember 2011. [zul]
BERITA TERKAIT: