"Iya (mundur kalau jadi terdakwa). Konteks mundur itu kan konteks moral. Filosofi undang-undang daerah, seseorang mundur ketika status hukumnya menjadi terdakwa ataupun menjadi terpidana. Status tersangka itu masih status awal yang derajatnya belum sampai pada pemberhentian," kata kuasa hukum Atut, Firman Wijaya, di kantor KPK, Jakarta, Senin (6/1).
Firman yang juga pengacara Anas, berharap agar publik tidak memanfaatkan proses penetapan tersangka dan penahanan kliennya sebagai desakan untuk memakzulkan orang nomor satu di Provinsi Banten tersebut.
"Saya berharap penahanan ini tidak menjadi instrumen politik akhirnya yang kemudian ramai dibicarakan pemakzulan," tegas Firman.
Firman menekankan bahwa kliennya tidak akan mundur karena desakan publik. Ia berharap kalaupun ada upaya pemberhentian Ibu Atut, dilakukan lewat mekanisme UU.
"Jangan ada prosedur yang melompat. Tidak boleh menegakkan hukum dengan melanggar undang-undang," demikian Firman Wijaya.
Gubernur Banten Ratu Atut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus penanganan sengketa Pemilihan Kepala Daerah Lebak, Banten, di Mahkamah Konstitusi. Dia disangka bersama-sama adiknya, Tubagus Chaeri Wardana, menyuap Rp 1 miliar kepada Akil Mochtar semasa menjadi Ketua MK demi memenangkan sengketa Pilkada Lebak.
Selain menetapkan status tersangka di kasus Pilkada Lebak, Ratu Atut juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Alat Kesehatan Banten. Rencananya, pekan ini KPK akan mengumukan secara resmi soal Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Ratu Atut di kasus Alkes Banten.
[ald]
BERITA TERKAIT: