"Kewenangan yang ada kan amanat undang-undang. Kalau itu mau dicabut kan dasarnya undang-undang. Kita ikuti mekanisme perundangan, karena saya pikir Kemendagri pun tidak mungkin melanggar undang-undang," kata Firman Wijaya selaku kuasa hukum Ratu Atut usai mendampingi pemeriksaan kliennya di kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Jumat (27/12).
Sesuai mekanisme perundang-undangan, seorang kepala daerah baru bisa diberhentikan dari jabatannya jika sudah menjadi terdakwa. Sementara, dalam kasus ini, Ratu Atut baru sebagai tersangka dari pengumuman resmi 17 Desember lalu. Karenanya, Ratu Atut tetap menjabat gubernur Banten hingga saat ini.
"Biarkanlah ada dialog, sekarang kan tidak terjadi karena ibu dalam posisi diisolasi. Belum boleh bertemu dengan unsur-unsur pemerintahan. Saya rasa mekanisme ini perlu dibenahi," kata Firman.
Dia menambahkan, tim kuasa hukum terus mengupayakan penangguhan penahanan Ratu Atut. Agar tetap bisa menjalankan roda pemerintahan Provinsi Banten.
"Ibu juga bisa dituntut orang lain jika fungsi ketatanegaraan tidak dijalankan. Ini mekanisme yang harus didorong. Makanya saya menawarkan penahanan kota, itu adalah konsep awal, toh ibu masih ditahan. Kalau ini bisa, kewenangan ibu bisa dijalankan, rasanya ada jalan tengah," jelas Firman.
Sementara, Ratu Atut sendiri enggan mengomentari soal jabatannya sebagai gubernur Banten. Usai menjalani pemeriksaan penyidik KPK selama tujuh jam, gubernur wanita pertama di Indonesia itu diam seribu bahasa, dan langsung masuk ke mobil tahanan yang membawanya kembali ke Rutan Pondok Bambu.
[wid]
BERITA TERKAIT: