"Dari 2003 MK berdiri dan 2004 pemilu sampai sekarang, ternyata tidak ada satu pun kaca yang pecah," ujar Komisioner Komisi Yudisial, Taufiqurahman Sahuri, dalam diskusi "Wibawa MK Terjun Bebas" di Cikini, Jakarta, Sabtu (16/11).
Dia mengamini penelitian Setara Institute yang merekam jejak MK sejak 2003. Penelitian itu menyebutkan keputusan MK di periode kepemimpinan Jimly Asshiddiqie cenderung akademis, di periode Mahfud MD lebih progresif, sementara di periode Akil Mochtar lebih ke arah politis.
"Zaman kepemimpinan Jimly memang ada beberapa kasus kecurangan, tapi itu dilakukan para pihak yang bersengketa, bukan para hakim. Di zaman Jimly itu kadang keputusan bikin kecewa, tapi bisa diterima," terangnya.
Di era Mahfud MD, tambahnya, keputusan MK progresif dan mengedepankan teori kemaslahatan. Misalnya, pemilih dalam pemilu bisa memakai KTP dan KK sebagai ganti kartu pemilih.
Di era Akil Mochtar-lah banyak cacat MK yang terjadi dan terungkap. Bermula dari testimoni advokat Refly Harun yang mengungkap indikasi transaksi putusan hukum yang libatkan Akil Mochtar. Di sini, kepercayaan terhadap MK menurun.
[ald]
BERITA TERKAIT: