Demikian seruan dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Mappi-FHUI). Mappi juga meminta MK segera menetapkan ketua yang baru untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut.
Dalam rilis yang dikirimkan Staf Peneliti, Muhammad Rizaldi, pada Kamis (3/10), ditegaskan juga bahwa isu deligitimasi wewenang MK, tidak tepat dan prematur hanya karena perkara Akil Mochtar. Upaya kriminalisasi terhadap salah satu hakim MK tidak dapat dijadikan alasan tunggal untuk mencabut salah satu kewenangan MK. Mappi FHUI menolak segala upaya deligitimasi lembaga yang didasari pada kriminalisasi salah satu oknum saja.
Terkait mekanisme pengangkatan hakim MK, Mappi FHUI mendesak agar ketiga unsur yang berperan dalam pengangkatan hakim konstitusi, yaitu DPR, Mahkamah Agung, dan Presiden, agar membentuk suatu aturan tertulis mengenai seleksi hakim konstitusi dengan membuka akses seluas-luasnya kepada masyarakat untuk ikut serta mengawasi proses seleksi tersebut.
Menurut Mappi, kekhawatiran bahwa MK akan menjadi "tempat sampah" ketika orang-orang yang tidak berkualitas dan memiliki rekam jejak negatif masuk ke institusi tersebut, tampaknya tidak berlebihan. Hal itu karena masyarakat sipil tidak bisa mengawasi proses seleksi dengan utuh berikut alasan mengapa sesorang diajukan menjadi Hakim Konstitusi.
[ald]
BERITA TERKAIT: