Mappi FHUI: Awas, Kasus Akil Mochtar Jadi Dalih untuk Melemahkan MK

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/aldi-gultom-1'>ALDI GULTOM</a>
LAPORAN: ALDI GULTOM
  • Kamis, 03 Oktober 2013, 17:54 WIB
Mappi FHUI: Awas, Kasus Akil Mochtar Jadi Dalih untuk Melemahkan MK
mahkamah konstitusi/net
rmol news logo Sebagai pucuk tertinggi di Mahkamah Konstitusi, penangkapan Akil Mochtar (AM) telah mencoreng kredibiltas lembaganya sebagai Pengawal Konstitusi di Indonesia. Akil harus bersiap menghadapi ancaman sanksi pemberhentian secara tidak hormat seperti yang diatur dalam Pasal 8 Peraturan MK nomor 4 Tahun 2012 dan dijatuhi pidana.

Dalam rilis yang dikirimkan Staf Peneliti Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Mappi-FHUI), Muhammad Rizaldi, dijelaskan bahwa untuk sampai pada tahap di atas, Akil akan diberhentikan sementara dari jabatannya dengan Keputusan Presiden untuk memberikan kesempatan pada hakim yang bersangkutan membela diri di hadapan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi.

Selain itu, pemberhentian sementara terhadap Hakim Konstitusi juga dimungkinkan dalam hal ada perintah penahanan, atau hakim yang bersangkutan dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana meskipun tidak ditahan seperti yang diatur dalam Pasal 12 Peraturan MK nomor. 4 Tahun 2012 tersebut.

Namun, bagi Mappi, tertangkapnya Akil dalam dugaan transaksi suap tidak secara otomatis dapat dijadikan dasar untuk mempertanyakan legitimasi MK untuk menangani suatu perkara. Menjadi terlalu prematur jika kesalahan pada level personal digeneralisasi untuk melemahkan atau bahkan menjatuhkan kredibilitas suatu lembaga, terlebih jika disampaikan tanpa proses evaluasi dengan data yang akurat.

Menurut Mappi, saat ini MK tengah menghadapi kondisi yang mirip dengan KPK pada saat kasus "Cicak Vs Buaya" di mana kriminalisasi pimpinan diteruskan pada upaya pelemahan lembaga oleh para koruptor. Hal ini perlu diwaspadai mengingat MK merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang menyelesaikan sengketa konstitusional di Indonesia dan menjadi tidak mustahil jika kewenangan yang dimiliki MK akan digembosi oleh berbagai pihak melalui penangkapan AM ini.

Dari data statistik yang dimiliki Mappi, mayoritas perkara di MK berasal dari sengketa hasil pemilu dan pemilukada, namun tingkat penyelesaian perkara tersebut masih cukup baik dengan persentase penyelesaian sebesar 71 persen dari total jumlah seluruh perkara yang diputus oleh MK. Artinya, secara umum, MK tidak mengalami kendala berarti dalam menangani perkara tersebut sehingga tidak tepat dan prematur apabila isu pencabutan wewenang MK digulirkan hanya karena tertangkapnya AM.

Mappi tekankan, perlu ada evaluasi mendalam mengenai kualitas dan efektivitas MK dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Di samping itu, MK tetap harus menunjukkan profesionalitas dan independensinya. Tidak ada alasan bagi MK untuk berhenti bertugas dengan adanya peristiwa ini (justice delayed is justice denied). [ald]

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA