Laporan tersebut dilayangkan pada 17 Oktober 2022 dengan nomor laporan No.LP/B/5281/X/2022/SKPT melalui kantor advokat Abraham Sridaja.
Disebut bahwa kerugian yang dialami perusahaan Arab Saudi tersebut ditaksir mencapai 62.000.000 dolar AS atau sekitar Rp967 miliar.
Dugaan tindak pidana yang dilaporkan mencakup menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan penggelapan dalam jabatan yang melanggar Pasal 266 KUHP dan/atau Pasal 374 KUHP.
“Laporan polisi itu bernomor No.LP/B/5281/X/2022/SKPT tentang dugaan tindak pidana menempatkan keterangan palsu ke dalam akta otentik dan atau penggelapan dalam jabatan yang melanggar pasal 266 KUHP dan atau pasal 374 KUHP,” bunyi laporan tersebut yang dikutip redaksi pada Minggu, 16 Februari 2025.
WNA India Abdul Samad dan Samsu Hussain sebelumnya menjabat sebagai Presiden Direktur dan Direktur di perusahaan besar Arab Saudi tersebut.
Keduanya dilaporkan terkait perjanjian perdamaian homologasi yang sesuai dengan putusan PKPU No.164/PDT-SUS.PKPU/2021/PN.NIAGA.JKT.PST di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Mereka diduga membuat dan menggunakan surat palsu dalam perkara PKPU, yang mengakibatkan perusahaan harus membayar tagihan sebesar Rp17 miliar.
Kasus ini ditangani oleh Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya. Abdul Samad dan Samsu Hussain telah ditetapkan sebagai tersangka dan sempat ditahan oleh Subdit Resmob Ditreskrimum Polda Metro Jaya.
Namun, kasus ini memunculkan dugaan adanya permainan di Polda Metro Jaya. Kedua tersangka dibebaskan melalui mekanisme perdamaian atau restorative justice pada tahun 2023, tanpa sepengetahuan dan keterlibatan pemilik perusahaan Arab Saudi.
"Mekanisme perdamaian restorative justice yang diputuskan oleh Polda Metro Jaya dilakukan tanpa sepengetahuan dan melibatkan pemilik dari perusahaan besar Arab Saudi," ujar sumber dari pihak yang dirugikan.
Pemilik perusahaan menyatakan hingga kini belum menerima pengembalian kerugian dari kedua tersangka. Dugaan adanya campur tangan salah satu petinggi partai besar di Indonesia semakin memperkuat kecurigaan adanya intervensi dalam penanganan kasus ini.
"Ada dugaan keterlibatan salah satu petinggi partai besar di Indonesia sehingga terjadi perdamaian yang tidak melibatkan pemilik perusahaan. Selain itu, tidak ada pengembalian dalam bentuk apapun dan perkara ini dihentikan," tambah sumber tersebut.
Atas dasar fakta-fakta ini, pemilik perusahaan mengganti pengurus dan kembali melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya.
Namun hingga setahun berjalan, laporan tersebut tidak menunjukkan perkembangan yang signifikan.
Sebaliknya, laporan sebelumnya yang diduga mendapat pengawalan dari petinggi partai besar di Indonesia, langsung diproses dan dalam waktu kurang dari sebulan kedua WNA asal India itu ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Pihak perusahaan juga telah mengajukan pengaduan ke Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri atas penghentian laporan dan mekanisme restorative justice yang dilakukan tanpa melibatkan pemilik perusahaan sebagai korban. Sayangnya, pengaduan tersebut juga dihentikan tanpa tindak lanjut lebih jauh.
BERITA TERKAIT: