Proyek ini berpotensi memengaruhi stabilitas lingkungan dan memperburuk persaingan geopolitik di Asia Selatan.
Pada Desember lalu, Tiongkok memperingati 30 tahun berdirinya Bendungan Tiga Ngarai di Sungai Yangtze, pembangkit listrik tenaga air terbesar di dunia.
Namun, hanya beberapa hari setelah peringatan tersebut, media pemerintah mengumumkan persetujuan proyek baru di Yarlung Zangbo (dikenal sebagai Sungai Brahmaputra di India dan Sungai Jamuna di Bangladesh).
Proyek Medog ini diharapkan mampu menghasilkan lebih dari 300 miliar kilowatt-jam listrik per tahun, tiga kali lipat dari kapasitas Bendungan Tiga Ngarai.
"Proyek ini menunjukkan tekad Tiongkok untuk memimpin infrastruktur energi terbarukan dunia," ujar seorang pejabat Kementerian Sumber Daya Air Tiongkok, seperti dikutip dari
The National Interest pada Kamis, 20 Februari 2025.
Dengan anggaran yang diperkirakan mencapai lebih dari 137 miliar dolar AS, proyek ini menegaskan ambisi besar Tiongkok dalam memanfaatkan sumber daya airnya.
Namun, banyak pihak menyoroti potensi risiko besar dari proyek ini. Bendungan Medog dibangun di Zona Sutura Indo-Tsangpo, daerah aktif secara seismik di mana lempeng tektonik India dan Eurasia bertemu.
"Kerentanan seismik di wilayah ini menjadi ancaman serius bagi keamanan bendungan dan masyarakat di sekitarnya," kata Arun Kumar, pakar geologi dari India.
Ia juga mengingatkan bahwa gempa bumi besar di masa depan dapat memicu bencana yang meluas hingga ke negara-negara hilir.
Kekhawatiran juga muncul terkait dampak lingkungan dari proyek ini. Studi menunjukkan bahwa bendungan besar seperti Tiga Ngarai telah menyebabkan gangguan sedimen skala besar, yang berdampak negatif pada keanekaragaman hayati dan produktivitas pertanian di hilir.
"Sungai Yarlung Zangbo adalah sumber kehidupan bagi ekosistem Asia Selatan. Jika proyek ini berjalan tanpa koordinasi internasional, dampak ekologisnya bisa menjadi bencana lintas batas," ujar Wang Mei, peneliti lingkungan di Beijing.
Selain tantangan ekologis, proyek ini juga berpotensi memperburuk ketegangan geopolitik di kawasan.
India dan Bangladesh, yang bergantung pada aliran Sungai Brahmaputra, telah menyatakan kekhawatiran terhadap proyek ini.
Pemerintah India dalam pernyataannya menegaskan: "Kami mendesak Tiongkok untuk memastikan bahwa kepentingan negara-negara di hilir tidak dirugikan oleh aktivitas di hulu."
Sebagai tanggapan, India kini tengah mempercepat pembangunan tiga belas proyek pembangkit listrik tenaga air di Arunachal Pradesh, dengan investasi sebesar 16 miliar dolar AS.
Langkah ini dianggap sebagai upaya strategis untuk menyeimbangkan pengaruh Tiongkok di kawasan tersebut.
"Kami tidak bisa membiarkan Tiongkok memonopoli sumber daya air di Himalaya," ujar seorang pejabat senior India yang enggan disebutkan namanya.
Ketegangan ini mencerminkan rivalitas yang semakin meningkat antara dua kekuatan besar Asia. Insiden perbatasan di Lembah Galwan pada tahun 2020 telah memperburuk hubungan bilateral, dan proyek bendungan Medog dapat menjadi pemicu ketegangan baru.
Beberapa analis menilai bahwa Tiongkok menggunakan kendali atas sumber daya air sebagai alat geopolitik.
"Dengan membendung Sungai Brahmaputra, Tiongkok memiliki potensi untuk memengaruhi pasokan air di India dan Bangladesh, terutama di musim kemarau," jelas Dr. Brahma Chellaney, penulis buku "Water: Asia's New Battleground".
Meski demikian, beberapa pihak berharap dialog bilateral dapat mengurangi ketegangan.
Pertemuan perwakilan khusus India-Tiongkok baru-baru ini telah membuka peluang untuk meningkatkan kerja sama dalam pembagian data hidrologi.
"Kolaborasi dalam berbagi informasi adalah langkah awal penting menuju stabilitas regional," kata Chellaney.
Di tengah meningkatnya kekhawatiran, komunitas internasional mendorong pendekatan yang lebih transparan dan kolaboratif.
"Kita memerlukan kerangka kerja regional yang memastikan pengelolaan sumber daya air secara adil dan berkelanjutan," ujar Sunita Narain, Direktur Pusat Ilmu Pengetahuan dan Lingkungan di New Delhi.
Ia juga menegaskan pentingnya melibatkan masyarakat lokal dalam perencanaan proyek besar seperti ini untuk meminimalkan dampak sosial dan budaya.
Dengan proyek Medog di Tibet, Tiongkok tidak hanya membangun bendungan terbesar di dunia tetapi juga membentuk lanskap geopolitik dan ekologi di Asia Selatan untuk dekade-dekade mendatang.
Bagaimana India dan negara-negara lain di kawasan ini merespons akan menentukan arah hubungan regional di masa depan.
BERITA TERKAIT: