Keputusan itu diambil setelah Sekretaris Jenderal NATO Mark Rutte melaporkan bahwa unit militer Korea Utara telah dikerahkan ke wilayah Kursk di Rusia. Memicu kekhawatiran bahwa konflik di Eropa Timur itu dapat meluas.
"Kerja sama militer yang semakin dalam antara Rusia dan Korea Utara merupakan ancaman bagi keamanan Indo-Pasifik dan Euro-Atlantik," ujarnya dalam sebuah pernyataan.
Presiden AS, Joe Biden menyebut perkembangan itu sangat berbahaya.
Sementara itu, Pentagon memperkirakan 10.000 tentara Korea Utara telah dikerahkan ke Rusia timur untuk pelatihan, naik dari perkiraan 3.000 tentara pekan lalu.
"Sebagian dari tentara tersebut telah bergerak mendekati Ukraina, dan kami semakin khawatir bahwa Rusia bermaksud menggunakan tentara tersebut dalam pertempuran atau untuk mendukung operasi tempur melawan pasukan Ukraina di Oblast Kursk Rusia di dekat perbatasan dengan Ukraina," kata juru bicara Pentagon Sabrina Singh, seperti dimuat
Reuters pada Selasa, 29 Oktober 2024.
Intelijen militer Ukraina mengatakan pada hari Kamis bahwa unit pertama Korea Utara telah tercatat di wilayah perbatasan Kursk, tempat pasukan Ukraina telah beroperasi sejak melancarkan serangan besar pada bulan Agustus.
Namun Pentagon menolak untuk mengonfirmasi bahwa pasukan Korea Utara sudah berada di Kursk.
"Kemungkinan besar mereka bergerak ke arah itu menuju Kursk. Namun saya belum memiliki rincian lebih lanjut," kata Singh.
Kremlin awalnya menolak laporan tentang pengerahan pasukan Korea Utara sebagai berita palsu. Tetapi Presiden Vladimir Putin pada hari Kamis, 24 Oktober 2024 tidak menyangkal bahwa pasukan Korea Utara berada di Rusia dan mengatakan bahwa merupakan urusan Moskow bagaimana menerapkan perjanjian kemitraan dengan Pyongyang.
Putin dalam pernyataan terbarunya menegaskan bahwa Moskow akan menanggapi dengan tepat jika AS dan sekutunya membantu Ukraina menyerang lebih jauh ke Rusia.
BERITA TERKAIT: