Dalam sebuah pernyataan, Televisi
Al Jazeera menyebut tindakan penyitaan alat siaran oleh militer Israel dan putusan untuk menutup kantor cabang di Palestina selama 45 hari sebagai tindakan kriminal.
"
Al Jazeera menolak tindakan kejam tersebut, dan tuduhan tidak berdasar yang diajukan oleh otoritas Israel untuk membenarkan penggerebekan ilegal ini," tegasnya, seperti dimuat
Middle East Monitor pada Senin (23/9).
Menurut
Al Jazeera, Israel berusaha membungkam media dan menutupi semua kejahatan yang mereka lakukan terhadap rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat.
"Penindasan Israel yang sedang berlangsung terhadap pers bebas secara terang-terangan ditujukan untuk menyembunyikan tindakannya di Jalur Gaza dan Tepi Barat yang diduduki, yang melanggar hukum internasional dan kemanusiaan," kata mereka.
Al Jazeera berjanji untuk terus melaporkan kebenaran dengan integritas meskipun ada upaya berbahaya dari Israel untuk membungkam suara mereka.
"
Al Jazeera tidak akan terintimidasi atau terhalang oleh upaya untuk membungkam liputannya,” tambahnya.
Sambil meminta pertanggungjawaban pemerintah Israel atas keselamatan jurnalisnya,
Al Jazeera berjanji untuk mengupayakan semua jalur hukum yang tersedia untuk melindungi hak-haknya dan jurnalisnya, serta hak publik atas informasi.
Pada tanggal 5 Mei, pemerintah Israel memutuskan untuk melarang
Al Jazeera, menutup kantornya di Israel, dan membatasi akses ke situs webnya berdasarkan undang-undang yang disahkan oleh Knesset (parlemen).
Keputusan itu memungkinkan menteri komunikasi untuk menutup jaringan asing yang beroperasi di Israel dan menyita peralatan
Al Jazeera karena kerap meliput informasi tentang serangan brutal Tel Aviv di Palestina.
Meskipun ada larangan, staf kantor tersebut terus beroperasi dari Ramallah, yang mendorong Kantor Pers Israel, yang berafiliasi dengan kantor Perdana Menteri, untuk mencabut akreditasi reporternya pada tanggal 12 September.
BERITA TERKAIT: