Ungkapan itu disampaikan oleh Kepala Kemanusiaan PBB Martin Griffiths pada Rabu (1/5), merespon keputusan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu yang bersikeras menyerang Rafah, dengan atau tanpa disepakatinya gencatan senjata.
Menurut Griffits, serangan darat Israel akan menjadi malapetaka bagi ratusan ribu orang yang mengungsi ke titik paling selatan Gaza.
“Kebenaran yang paling sederhana adalah bahwa operasi darat di Rafah akan menjadi sebuah tragedi yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata,” ujar Griffiths, seperti dimuat
AFP.
Griffiths menyampaikan kekecewannya terhadap Israel yang tetap akan melancarkan serangan darat ke Rafah, padahal telah dibujuk oleh banyak sekutu Barat.
“Dunia telah meminta pemerintah Israel selama berminggu-minggu untuk menyelamatkan Rafah, namun operasi darat di sana akan segera dilakukan,” kata Griffiths.
Hamas sedang mempertimbangkan rencana gencatan senjata yang diusulkan dalam pembicaraan di Kairo dengan mediator AS, Mesir dan Qatar.
Namun Netanyahu justru berjanji akan melancarkan serangan terhadap Rafah dengan atau tanpa kesepakatan gencatan tersebut.
Washington telah ikut mendesak Israel agar membatalkan rencana invasinya karena khawatir serangan tentara akan mengakibatkan korban sipil dalam jumlah besar.
Perang di Gaza dimulai setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan yang mengakibatkan kematian 1.170 orang, sebagian besar warga sipil.
Serangan balasan Israel telah menewaskan sedikitnya 34.535 orang di Gaza, sebagian besar perempuan dan anak-anak.
Hamas juga menyandera sekitar 250 orang pada 7 Oktober. Israel memperkirakan 129 orang masih berada di Gaza, termasuk 34 orang yang diyakini tewas.
BERITA TERKAIT: