Resolusi yang diajukan oleh Aljazair itu didukung oleh 13 dari 15 anggota tetap DK PBB, dengan AS yang menjatuhkan veto dan Inggris yang memilih abstain.
Perwakilan tetap AS di PBB, Linda Thomas-Greenfield pada Selasa (20/3) menilai resolusi Aljazair hanya akan menghambat perundingan yang sedang berlangsung tentang pembebasan sandera Israel oleh Hamas.
“Menuntut gencatan senjata segera dan tanpa syarat agar Hamas melepaskan sandera tidak akan menghasilkan perdamaian yang bertahan lama. Sebaliknya, hal ini bisa memperpanjang pertempuran antara Hamas dan Israel," tegasnya, seperti dimuat
Arab News. Sementara itu, Perwakilan Tetap Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama menegaskan bahwa rancangan resolusi itu ditunjukkan untuk mendukung hak hidup warga Palestina.
Sebaliknya, menurut Bendjama, pihak yang memveto berarti mendukung kekerasan brutal yang dilakukan Israel terhadap mereka.
"Resolusi ini merupakan sikap menentang para pendukung pembunuhan dan kebencian,” tegasnya.
Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB, Vassily Nebenzia, menggambarkan kegagalan untuk mengadopsi resolusi Aljazair sebagai satu lagi babak kelam dalam sejarah DK PBB.
Dia menuduh Amerika memberikan perlindungan kepada Israel untuk mengusir warga Palestina dari Jalur Gaza.
Utusan China, Zhang Jun, juga menyatakan kekecewaannya terhadap hasil pemungutan suara tersebut. Dia menilai veto AS akan mendorong situasi di Gaza ke arah yang lebih berbahaya.
“Penghindaran pasif yang terus-menerus terhadap gencatan senjata tidak ada bedanya dengan memberikan lampu hijau terhadap berlanjutnya pembantaian,” ujarnya.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, lebih dari 29.000 warga Palestina telah terbunuh sejak perang Israel Hamas meletus 7 Oktober lalu.
Sekitar 70.000 orang terluka, dan ribuan jenazah diperkirakan masih terkubur di bawah reruntuhan bangunan yang hancur.
BERITA TERKAIT: