Seorang juru bicara Kementerian Industri Tenaga Nuklir Korea yang tidak disebutkan namanya pada Senin (2/10) mengkritik resolusi baru yang diadopsi IAEA dalam konferensi umum pada Jumat (29/9).
Resolusi itu berisi seruan IAEA agar Korea Utara menghentikan program nuklirnya karena dikhawatirkan menimbulkan ancaman dan stabilitas kawasan.
Jubir menyebut bahwa apa yang dikeluarkan IAEA dalam resolusi barunya dengan jelas menggambarkan bagaimana badan itu berpihak pada Barat dan telah dibayar untuk menyuarakan tujuan mereka.
"Jika IAEA ingin menghindari kritik internasional sebagai pihak yang dibayar AS, maka disarankan untuk mengabdikan diri untuk mengatasi kesulitan yang dihadapi komunitas internasional," ujarnya, seperti dimuat
The Star. Lebih lanjut, Jubir menuduh Ketua IAEA Rafael Grossi berusaha menciptakan suasana menekan dengan menyebarkan berita palsu tentang uji coba nuklir yang akan segera dilakukan Korea Utara.
"Lelucon kekuatan musuh tersebut merupakan pengungkapan niat jahat mereka untuk menutupi tindakan kriminal mereka yang secara serius mengancam sistem non-proliferasi nuklir internasional dan membenarkan kebijakan permusuhan mereka terhadap DPRK,” katanya, menurut media pemerintah KCNA.
DPRK mengacu pada nama resmi Korea Utara, Republik Demokratik Rakyat Korea.
Tahun lalu, Grossi memperingatkan bahwa Korea Utara dapat melanjutkan uji coba nuklir untuk pertama kalinya sejak 2017.
Sementara IAEA tidak memiliki akses ke Korea Utara sejak Pyongyang mengusir inspekturnya pada tahun 2009 dan kemudian memulai kembali uji coba nuklir.
Peningkatan kekuatan nuklir merupakan upaya bela diri Korea Utara terhadap tindakan konfrontasi AS yang mengancam wilayah kedaulatannya.
BERITA TERKAIT: