Pertemuan tersebut diumumkan Kementerian Luar Negeri dan Agama Haiti pada Rabu (13/9), tanpa memberikan banyak rincian terkait pembahasan mereka.
"Kedua belah pihak berusaha menemukan solusi yang adil dan pasti terhadap perselisihan mengenai penggunaan Sungai Massacre yang mengalir di sepanjang perbatasan kedua negara," bunyi pernyataan dari pihak Haiti.
Seperti dikutip
Associated Press, pembahasan akan kembali dilanjutkan pada Kamis (14/9), di tengah ketegangan hubungan yang meningkat antara kedua negara.
Sebelum pertemuan itu dilakukan, Presiden Dominika Luis Abinader mengumumkan pada Senin bahwa ia telah menangguhkan penerbitan visa bagi warga Haiti dan mengancam akan menutup lalu lintas darat, udara dan laut jika konflik mengenai saluran air tersebut tidak segera diselesaikan.
Konflik ini berakar dari pembangunan terusan, atau saluran buatan di wilayah Haiti yang dikhawatirkan dapat mengubah arus Sungai Massacre yang seharusnya mengalir ke kedua negara.
Pemerintah Republik Dominika mengklaim bahwa pembangunan jalur air tersebut dapat merugikan petani serta lingkungan sekitar, yang dilakukan secara sepihak oleh Haiti dan tanpa persetujuan dari pihak mereka.
Republik Dominika terakhir kali menutup sepenuhnya perbatasannya dengan Haiti setelah pembunuhan Presiden Haiti Jovenel Moïse pada Juli 2021. Sejak itu, mereka kadang-kadang menutup sebagian perbatasan demi alasan keamanan, karena meningkatnya kekerasan geng di negara itu.
BERITA TERKAIT: