Pembela hak asasi manusia Uganda Maxwell Atuhura, serta lima LSM Prancis dan Uganda yang terdiri dari AFIEGO, Friends of the Earth France, NAPE/Friends of the Earth Uganda, Survie, dan TASHA Research Institute, dan 26 individu telah menuduh perusahaan itu gagal dalam memenuhi kewajiban untuk melindungi manusia dan lingkungan.
"TotalEnergies telah menyebabkan kerugian serius bagi penggugat, terutama yang berkaitan dengan hak mereka atas tanah dan pangan," kata LSM Prancis dan Uganda dalam sebuah pernyataan pada Selasa, seperti dikutip dari
RT, Jumat (30/6).
Frank Muramuzi, direktur eksekutif NAPE/Friends of the Earth Uganda dalam pernyataan mengatakan bahwa perusahaan minyak asing terus menghasilkan keuntungan besar, sementara masyarakat yang terkena dampak proyek tersebut justru dilecehkan, terlantar, dan para pekerjanya diberi kompensasi yang buruk, sehingga hidup dalam kemiskinan yang parah di tanah mereka sendiri.
TotalEnergies, yang berpusat di Paris, saat ini sedang menjalankan proyek untuk membangun Jalur Pipa Minyak Mentah Afrika Timur sepanjang 1.500 km. Jalur itu nanti akan memasok minyak ke pantai Tanzania melalui cagar alam yang dilindungi.
TotalEnergies juga melakukan eksplorasi Tilenga terhadap 419 sumur minyak, yang beberapa di antaranya berada di Taman Nasional Air Terjun Murchison, Uganda.
Menurut para aktivis, lebih dari 118.000 orang di Uganda dan Tanzania telah terkena dampak dari kedua proyek ini.
Aktivis lingkungan Kiiza Eron mengatakan kepada RT bahwa TotalEnergies berusaha menyembunyikan kesalahan iklim dan pelanggaran hak asasi manusia.
"Ini adalah taktik kuno para pebisnis, dan itu selalu bermuara pada obsesi terhadap keuntungan dan ketidakpekaan terhadap masalah hak asasi manusia," kata Eron.
Ini adalah kali kedua aktivis menuntut TotalEnergies untuk menghentikan proyek Pipa Minyak Mentah Tilenga dan Afrika Timur. Namun, upaya mereka pada 2019 mengalami kegagalan di pengadilan.
BERITA TERKAIT: