Lebih dari 6.000 orang menghadiri pawai damai di Kota Nanterre di sebelah barat Paris, tempat Nahel dibesarkan. Namun, pawai itu berujung rusuh dengan serombongan orang tiba-tiba terlibat bentrok dengan aparat.
Tayangan televisi memperlihatkan pengunjuk rasa mendirikan barikade jalan dan melemparkan proyektil dan batu ke barisan polisi, yang membalas dengan gas air mata. Beberapa kendaraan petugas dirusak dan dibakar.
Setidaknya 170 petugas terluka dan 180 orang ditangkap, kata pihak berwenang seperti dilaporkan
BBC.
Banyak fasilitas umum yang rusak, di antaranya gedung perkantoran dan bank.
Untuk mengatasi kekacauan itu, Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin, mengatakan sebanyak 40.000 petugas polisi dikerahkan di seluruh Prancis, dan jam malam di beberapa wilayah telah diberlakukan.
Nahel ditembak mati dari jarak dekat pada Selasa pagi saat dia mencoba menghindari pemeriksaan lalu lintas.
Dua petugas terlihat menghentikan mobil yang dikendarai Nahel, lalu satu petugas menodongkan pistol ke arah pemuda itu. Ketika Nahel mencoba kabur, petugas spontan menembakkan pistol.
Mobil itu kemudian menabrak trotoar dekat Lapangan Nelson Mandela, karena Nahel yang mengemudikannya terluka parah.
Dua orang lainnya juga berada di dalam mobil selama insiden tersebut – satu ditangkap dan ditahan oleh polisi sementara yang lainnya melarikan diri. Pihak berwenang masih mencari orang ketiga itu.
Belum jelas benar apa yang terjadi setelahnya, dan percakapan apa yang terjadi saat polisi menginterogasi semua yang ada di dalam mobil, namun peristiwa itu telah memicu kemarahan massal di seluruh Prancis.
Pada Rabu malam, kerusuhan semakin meluas. Sekitar 2.000 petugas polisi dikerahkan, dan ada 150 penangkapan.
Pecahnya kerusuhan di Prancis adalah mimpi buruk bagi Presiden Emmanuel Macron. Sejak tahun 2005 belum pernah terjadi trauma berlarut-larut seperti yang sekarang mengancam.
BERITA TERKAIT: