Hal itu terungkap dalam laporan
CNN mengenai simulasi perang yang dilakukan oleh lembaga pemikir AS Center for Strategic and International Studies (CSIS), berjudul 'The First Battle of the Next War'.
Jika terjadi perang China-Taiwan, maka konflik tersebut tidak hanya akan merugikan Beijing dan Taiwan, tetapi juga militer AS dan Jepang.
Simulasi tersebut dilakukan sebanyak 24 kali. Taiwan dikatakan mampu bertahan sebagai entitas otonom di sebagian besar skenario, tetapi juga mengalami banyak kerugian besar.
Para peneliti menemukan bhwa selain kehilangan setidaknya dua kapal induk, Amerika juga akan kehilangan 3.200 tentaranya yang tewas dalam tiga minggu pertama pertempuran.
“Amerika Serikat dan Jepang kehilangan lusinan kapal, ratusan pesawat, dan ribuan anggota dinas,†prediksi laporan itu.
Jepang bisa kehilangan sekitar 100 pesawat dan 26 kapal perang karena pangkalan AS di wilayahnya diserang dari China, kata laporan itu.
Kerugian juga akan dialami Angkatan Laut China. Beijing bisa kehilangan 10.000 tentara, 155 pesawat tempur serta 138 kapal besar.
CSIS mengatakan perang semacam itu tidak dapat dihindari, kecuali Beijing dapat memilih strategi isolasi diplomatik dan paksaan ekonomi sebagai gantinya.
Para peneliti tidak bisa membandingkan konflik Taiwan dengan krisis Ukraina, karena mustahil mengirim pasukan dan perbekalan ke pulau itu begitu perang dimulai.
“Dengan apa pun orang Taiwan akan berperang, mereka harus memilikinya ketika perang dimulai,†kata CSIS, mengisyaratkan bahwa Washington perlu mempersenjatai Taipei sepenuhnya terlebih dahulu.
Namun, ada yang perlu diwaspadai, AS mungkin saja meraih kemenangan di Taiwan tetapi itu akan berakhir lebih menderita dalam jangka panjang daripada China yang 'dikalahkan', kata laporan itu.
Beijing selama ini memandang Taiwan yang berpemerintahan sendiri sebagai bagian integral dari wilayahnya di bawah kebijakan 'Satu China' dan menentang segala bentuk bantuan diplomatik dan militer kepada pemerintah di Taipei.
Pejabat China menuduh Washington sengaja mengikis pengaturan lama dengan menjalin kerja sama militer yang erat dengan pulau itu, seperti yang dilakukan baru-baru ini oleh Presiden Joe Biden.
Biden telah dua kali menjanjikan dukungan militer AS jika terjadi invasi China. Namun, pejabat Gedung Putih menarik kembali pernyataan tersebut, dengan menyatakan bahwa AS tidak mendorong kemerdekaan Taiwan.
BERITA TERKAIT: