14 Tahun Berlalu tanpa Hukuman, Kemana Peran DK PBB terhadap Kasus Teror Mumbai 26/11?

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/reni-erina-1'>RENI ERINA</a>
LAPORAN: RENI ERINA
  • Rabu, 23 November 2022, 08:15 WIB
14 Tahun Berlalu tanpa Hukuman, Kemana Peran DK PBB terhadap Kasus Teror Mumbai 26/11?
India menuduh ulama Pakistan Hafiz Saeed sebagai dalang serangan Mumbai 2008./Net
rmol news logo Serangan teroris membombardir Mumbai, India, pada 26 hingga 29 November 2008. Serangan itu dilakukan oleh 10 pria bersenjata yang diyakini terkait Lashkar-e-Taiba, organisasi teroris yang berbasis di Pakistan.

Berbekal senjata otomatis dan granat tangan, para teroris menargetkan warga sipil di berbagai lokasi di bagian selatan Mumbai, termasuk stasiun kereta api Chhatrapati Shivaji, Kafe Leopold, dua rumah sakit, dan sebuah teater. Serangan terus berlanjut di tiga lokasi, di Rumah Nariman, tempat pusat penjangkauan Yahudi, Hotel Oberoi Trident dan Taj Mahal Palace & Tower.

Serangan itu menewaskan sedikitnya 166 orang termasuk Orang India, Israel, dan Amerika, selain menghancurkan properti bernilai jutaan rupee.

Setelah 14 tahun berlalu, kemana peran Dewan Keamanan PBB (DK PBB) terhadap kasus teroris ini?

Samuel Baid dalam artikelnya di Menafin mempertanyakan mengapa sampai saat ini DK PBB  tidak menunjukkan keberanian untuk membuat Pakistan menghukum pasukan Angkatan Bersenjatanya dan aktor non-negara yang berada di belakang serangan tersebut.

"Ini menentang logika bagaimana kekuatan tertinggi dunia di DK PBB gagal memberikan tekanan pada negara, yang sering berada di depan pintu mereka dengan mangkuk pengemis, untuk membantu menghilangkan terorisme dengan menghukum mereka yang telah menjadikan ini profesi yang menguntungkan atas nama Islam," tulisnya.

Menteri Luar Negeri India, S. Jaishankar dalam pertemuan khusus DK PBB tentang Penanggulangan Terorisme mengecam para anggota karena gagal bertindak melawan komplotan serangan 26/11 karena pertimbangan politik.

"Ini adalah petunjuk yang jelas tentang pertahanan China terhadap teroris Pakistan yang terutama melawan India," tulis Baid.

Juga karena pertimbangan politik dan ekonomi, Pakistan tidak membenci China yang menyamakan Islam dengan terorisme atau upayanya untuk menghilangkan Islamisasi.

"China memblokir proposal larangan PBB terhadap komandan Lashkar-e-Taiba (LeT) Sajjid Mir yang memberikan instruksi dari Pakistan melalui ponsel tentang orang-orang yang harus ditembak mati," kata Baid.

Serangan teror pada 26 November 2008 ini telah direncanakan dan terjadi ketika Partai Rakyat Pakistan (PPP) baru saja mengambil alih dan bersemangat untuk normalisasi hubungan dengan India. Akhirnya, keinginan normalisasi pun berakhir di sini.

Normaliasi dengan India, menurut Baid,  adalah racun bagi Angkatan Bersenjata Pakistan, yang karena ketidakpercayaan mereka terhadap politisi tidak akan membiarkan demokrasi berakar di negara itu.  Mereka menganggap terorisme sebagai senjata paling efektif untuk menjaga jarak dari India sambil membuat pemerintah sipil menjadi burung beo bagi dunia bahwa Pakistan adalah negara yang cinta damai dan Pakistan sendiri adalah korban terorisme.

"Benar, Pakistan adalah korban terorisme. Tapi terorisme apa? Ini bukanlah terorisme eksternal seperti yang dilakukan Pakistan terhadap India dan bahkan Iran," kecamnya.

Pakistan menderita terorisme yang dirancangnya untuk target asing dan domestik. Pada masa Jenderal Ziaul Haq, aksi teroris di negara itu dikomplotkan sebagai aksi Jihad untuk Kashmir.

Gen Zia mendirikan organisasi anti-Syiah dengan nama Sipah-i-Sahaba. Organisasi itu membunuh kaum Syiah dan mengobarkan perasaan anti-Iran di Pakistan. Parahnya, Zia melakukan perubahan dan penambahan pada buku-buku sekolah untuk mengindoktrinasi generasi muda agar memiliki mindset jihadi.

Pakistan pada akhirnya akan menghasilkan ribuan anak muda yang sangat ingin mempertaruhkan nyawa mereka dalam apa yang menurut pendangan mereka adalah jihad.  Tapi bukan hanya alumni madrasah atau sekolah negeri saja yang dicuci otaknya. Sebuah artikel penelitian di Newsline (Karachi) Agustus 2010 menulis, 'Semakin banyak kaum muda, terutama di antara segmen masyarakat yang relatif makmur, yang menganut identitas agama yang lebih besar dan konservatisme terkait dengannya.'

Itu menjadikan Pakistan negara yang sangat ideal untuk organisasi teroris dunia seperti Al Qaeda dan Negara Islam. Padahal, seperti dilansir jurnalis Pakistan Salim Shahzad pada September 2014, Al Qaeda memiliki pengaruh besar di Angkatan Bersenjata Pakistan. Salim kehilangan nyawanya karena pengungkapan ini. Dia diduga dipukuli dan ditenggelamkan oleh orang-orang ISI.

Pakistan sejauh ini mengabaikan perintah DK PBB untuk menghukum pelaku teror 26/11. Itu juga mengabaikan semua bukti yang diberikan India kepadanya. Lalu, "bagaimana bisa Pakistan menghukum mereka yang menjalankan misinya sendiri?"

Nawaz Sharif saat masih menjabat sebagai perdana menteri Pakistan dengan keras memprotes mengapa orang-orang yang bersalah ini tidak dihukum?

Seketika itu juga, reporter yang mengangkat isu teror ini dan menaikkan pernyataan Sharif, langsung dimasukkan dalam daftar "kontrol".  Sharif sendiri dikecam atas pernyataanya itu dan dianggap sebagai pengkhianat.

"Tentara Pakistan ingin para terorisnya disebut sebagai Mujahidin," tulis Baid.

Mantan Panglima Angkatan Darat Pakistan dan Presiden Jenderal Pervez Musharraf pernah ditanya, ' kapan Pakistan akan menyerahkan Hafiz Saeed  (seorang militan Islam Pakistan yang merupakan salah satu pendiri Lashkar-e-Taib) ke India untuk perannya dalam pembantaian Mumbai?'

Keduanya menjawab, "Hafiz Saeed  mungkin teroris bagi Anda, tetapi bagi kami dia adalah seorang Mujahid!" rmol news logo article

EDITOR: RENI ERINA

Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA