"Banyak negara sekarang menghadapi rekor tingkat utang luar negeri dan domestik saat kenaikan suku bunga dimulai," kata Malpas, seperti dimuat
AFP.
Ia menjelaskan, sekitar 60 persen negara berpenghasilan rendah berisiko tinggi mengalami kesulitan utang. Sementara pasar negara berkembang juga sedang berjuang.
"Pada tahun 2022 saja, negara-negara harus membayar sekitar 35 miliar dolar AS dalam bentuk pembayaran utang kepada kreditur bilateral dan sektor swasta resmi mereka, dengan lebih dari 40 persennya jatuh tempo ke China," kata Malpass.
"Sangat penting bahwa China berpartisipasi penuh dalam upaya pengurangan utang internasional," sambungnya, seraya menambahkan bahwa sektor swasta dan kreditur komersial harus ambil bagian juga.
Malpass juga menyerukan percepatan penerapan "kerangka umum bersama" untuk restrukturisasi utang, yang disepakati oleh kelompok negara G20 di mana China merupakan salah satu anggotanya.
Kerangka umum bersama yang dimaksud adalah upaya untuk memberikan keringanan utang atau bahkan pembatalan utang kepada negara-negara yang memintanya.
BERITA TERKAIT: