Hal itu disampaikan oleh Sekjen Perhimpunan Persahabatan Indonesia-Korea, Teguh Santosa dalam wawancara dengan RRI (Rabu, 19/9) kemarin.
Teguh mengambil contoh, setelah pertemuan tingkat tinggi pertama antara Presiden Korea Selatan Moon Jae In dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di perbatasan Panmunjom April lalu, Presiden Joko Widodo segera memanggil Duta Besar Korea Utara dan Duta Besar Korea Selatan Di Jakarta.
"Presiden Jokowi mengundang kedua dubes itu ke Istana Negara untuk membahas soal pertemuan di Panmunjom, sekaligus untuk menyampaikan undangan Asian Games," jelas Teguh.
Selain itu, momen Asian Games yang digelar di Indonesia beberapa pekan lalu juga memiliki ikut ambil bagian penting dalam rekonsiliasi hubungan Korea Utara dan Korea Selatan.
Dalam perhelatan pesta olahraga Asia itu, diketahui bahwa Korea Utara dan Korea Selatan membentuk tim gabungan yang diberi nama Korea Bersatu. Tim ini ikut berpartisipasi dalam beberapa cabang olahraga.
"Para penonton dari Korea Utara dan Korea Selatan duduk bersatu dalam satu blok dengan mengenakan kaos putih dengan gambar Semenanjung Korea berwarna biru di tengahnya sebagai simbol persatuan," sambungnya.
Terlebih, dalam upacara pembukaan dan beberapa kesempatan, duta besar kedua Korea ikut menyaksikan pertandingan.
"Itu momen penting yang menunjukkan bahwa Indonesia bisa memainkan peran penting sebagai mediator sebagai tempat dimana kedua Korea bisa bertemu," jelasnya.
Teguh menambahkan bahwa dirinya pernah beberapa kali diundang ke Istana untuk dimintai pendapat mengenai masalah Korea Utara dan Korea Selatan. Dia menekankan bahwa Indonesia punya potensi besar untuk menjadi mediator.
"Indonesia punya keinginan cukup kuat dan serius untuk menjadi aktor dan ini adalah hal yang baik," tambahnya.
Terlebih, menurut Teguh, Indonesia bisa muncul sebagai aktor lain yang melengkapi Six Party Talks, atau perundingan enam pihak.
Untuk diketahui bahwa Six Party Talks adalah perundingan yang bertujuan untuk menemukan resolusi damai atas masalah terkait Semenanjung Korea. Enam negara yang terlibat dalam Six Party Talks adalah Korea Utara, Korea Selatan, Jepang, Amerika Serikat, China dan Rusia.
"Namun enam negara ini memiliki kepentingan secara langsung dengan Semenanjung Korea. Hal ini sulit menghasilkan jalan keluar," jelas Teguh.
Karena itulah, perlu ada elemen atau negara lain yang masuk.
"Tujuannya selain membuat jumlahnya ganjil juga untuk memberikan perspektif lain yang tidak memiliki kepentingan bersama," tuturnya.
"Kriteria yang cocok adalah seperti Indonesia," tutup Teguh.
[mel]
BERITA TERKAIT: