Hal ini akan diperparah juga oleh keterlibatan Amerika beserta sekutunya untuk melakukan invasi ke Suriah. Negara adidaya yang satu ini memang seperti menjadi juru selamat ketika ada konflik internal dalam sebuah negara. Negara-negara Timur Tengah adalah negara yang selalu menjadi ladang intervensi oleh Amerika ketika dalam negri mereka bergolak.
Dalam berbagai kesempatan Amerika selalu mengatakan bahwa yang mereka lakukan adalah untuk menegakan stabilisasi di negara itu "demokratisasi arab spring" tapi di lain pihak mereka punya kepentingan lain dan lebih besar yaitu untuk menguasai negara yang bersangkutan.
Dari aspek kesejarahan, Suriah memang dikenal sangat anti dengan barat. Sejak kudeta tahun 1961 oleh salah satu perwira militer, Pemerintahan Suriah berada dibawah kendali Partai Baath yang berideologikan Sosialisme khas Arab.
Hal inilah yang sebenarnya menjadi bahan ketidaksukaan Amerika bersama sekutunya untuk terus mengganggu jalannya pemerintahan Suriah dengan mendanai beberapa kelompok sipil termasuk oposisi yang sekarang menjadi musuh pemerintahan Suriah.
Dalam pemahaman kita sebagai bangsa Indonesia yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945, tentunya intervensi yang dilakukan oleh Amerika ini sangat tidak berdasar. Dalam sila-sila Pancasila yang mengandung unsur kemanusiaan dan kebangsaan yang ditegasi juga lewat Preambule UUD 1945, tindakan ini sangatlah melanggar sisi kedaulatan dari suatu bangsa yang punya hak untuk menentukan nasibnya sendiri.
Intervensi yang kabarnya akan dilakukan lewat agresi militer tentunya akan menimbulkan kegoncangan besar bagi semua negara didunia. Krisis minyak tentunya akan menjadi salah satu akibat kalau agresi betul-betul terjadi.
Komitmen Pemerintahan Suriah untuk tidak tunduk terhadap terhadap kepentingan Amerika memang patut dicontoh. Sudah sejak lama mereka terus diganggu oleh Amerika akan tetapi mereka tak goyah dan akhirnya membuahkan ancaman agresi militer dan hebatnya Presiden Bashar Al Asaad tak gentar dengan ancaman ini. Bahkan dia justru mengancam balik akan menyiapkan serangan kejutan untuk Amerika.
Sikap ini tentunya harus menjadi contoh bagi setiap negara yang terus d dikte oleh Amerika. Inilah yang membedakan Suriah dengan Indonesia. Walaupun dalam suasana yang damai tanpa ada peperangan, akan tetapi sampai hari ini kita tak bisa berkutik dengan intervensi pihak barat lewat penjajahan ekonomi.
Kolonialisme ekonomi oleh pihak barat (bukan hanya Amerika saja, termasuk Inggris, Austarlia, Cina, bahkan kita tidak bisa berkutik terhadap Singapura yang luasnya hampir sama besar dengan Propinsi DKI Jakarta) terhadap bangsa ini mengakibatkan hampir semua kekayaan negeri ini tak pernah banyak dinikmati oleh rakyatnya.
Dalam konteks yang sama soal intervensi Amerika ini, sebenarnya bangsa ini pernah mengalami hal yang serupa ketika Aceh dan Papua yang sementara ini terus bergolak. Pemerintah lewat SBY sudah sangat tegas untuk menolak intervensi dunia luar ketika menyelesaikan persoalan 2 daerah ini. Pun proses akhir penyelesain Aceh lewat perundingan Helsinky dan dengan bantuan negara lain akan tetapi proses ini dilakukan dengan dialog yang terhormat, bukan dengan melakukan agresi militer. SBY bisa menyerukan kepada pihak-pihak yang sekarang ini lagi bertikai di Suriah untuk mengedepankan proses dialogis.
Dan tentang keinginan Amerika untuk melakukan Agresi, SBY sudah sepantasnya untuk memberikan kecamannya. Intisari kemanusiaan, kebangsaan, dan keadilan sosial yang ada dalam Pancasila dan UUD 1945 adalah wujud nyata dari politik Luar Negri bangsa ini yang telah jauh-jauh hari dipikirkan dan dilaksnakan oleh Bung Karno ketika menginisiasi Gerakan Non Blok (GNB).
[***]Penulis adalah Staf Deputi Politik Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (KPP-PRD)
BERITA TERKAIT: