Indonesia Perjuangkan Pengelolaan Tuna di Pasifik Lewat WCPFC

 LAPORAN: <a href='https://rmol.id/about/adityo-nugroho-1'>ADITYO NUGROHO</a>
LAPORAN: ADITYO NUGROHO
  • Minggu, 07 Desember 2025, 04:45 WIB
Indonesia Perjuangkan Pengelolaan Tuna di Pasifik Lewat WCPFC
Ketua Delegasi RI Syahril Abd Raup (kedua dari kanan) dalam Komisi Western and Central Pacific Fisheries Commission ke-22 (WCPFC22) yang digelar di Manila pada 30 November-5 Desember 2025. (Foto: Humas KKP)
rmol news logo Pemerintah Indonesia berhasil meraih sejumlah capaian strategis dalam Pertemuan Finance and Administration Committee ke-19 (FAC19) dan Komisi Western and Central Pacific Fisheries Commission ke-22 (WCPFC22) yang digelar di Manila pada 30 November–5 Desember 2025. 

Capaian ini semakin menguatkan posisi Indonesia dalam tata kelola perikanan regional, khususnya perikanan tuna di Pasifik Barat dan Tengah. Selain itu berhasil mengeluarkan tiga kapal Indonesia dari WCPFC Provisional IUU Vessel List sehingga tidak masuk dalam daftar final.

Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan yang sekaligus Ketua Delegasi RI Syahril Abd Raup dalam pertemuan tersebut menyampaikan data dukung mengenai tindakan penegakan hukum dan langkah perbaikan tata kelola di tingkat nasional. Langkah ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam mencegah dan memberantas praktik IUU Fishing. 

“Komitmen KKP ini mencerminkan sistem pengawasan yang semakin kuat. “Ini menjadi bukti bahwa Indonesia tidak mentolerir praktik penangkapan ikan ilegal. Kami memastikan seluruh kapal Indonesia beroperasi sesuai aturan, baik nasional maupun internasional,” ujar Syahril dalam keterangan yang diterima redaksi di Jakarta, Sabtu, 6 Desember 2025.

Pada pertemuan regional itu, Indonesia juga mengajukan proposal alokasi fishing days bagi kapal purse seine Indonesia di laut lepas Samudera Pasifik. Usulan ini diajukan dalam rangka pembahasan Conservation and Management Measure (CMM) Tropical Tuna untuk memberikan ruang pemanfaatan sumber daya tuna bagi negara pesisir berkembang. 

Menurut Syahrill, meski review aturan baru dijadwalkan pada 2027, Indonesia menekankan pentingnya menyuarakan kepentingan nasional sejak awal. Langkah ini strategis untuk membuka peluang akses penangkapan di wilayah laut lepas. 

Di bidang organisasi dan keanggotaan, Indonesia kembali memperjuangkan agar kontribusi keuangan anggota WCPFC tidak meningkat. Sikap ini sejalan dengan kebijakan nasional terkait pembayaran iuran internasional dan upaya memastikan pengelolaan keuangan organisasi berjalan efisien.

Dalam pertemuan FAC19, perwakilan Indonesia juga kembali terpilih sebagai Co-Chair FAC untuk periode 2026–2027. Penunjukan ini merupakan bentuk pengakuan atas kontribusi aktif dan kapasitas Indonesia dalam menjaga tata kelola organisasi yang transparan dan akuntabel.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Lotharia Latif mengatakan sebagai negara kepulauan terbesar, Indonesia berhak mendapatkan porsi pemanfaatan yang adil atas sumber daya tuna yang bersifat highly migratory. Pertemuan ini dinilai menjadi peluang bagi Indonesia untuk terus mendorong prinsip tata kelola perikanan tuna yang baik.

Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam berbagai kesempatan menegaskan komitmennya untuk memperkuat posisi tawar Indonesia dalam forum regional. Di antaranya menjaga keberlanjutan sumber daya tuna, serta memastikan kepentingan nasional tetap menjadi prioritas dalam tata kelola perikanan di Pasifik Barat dan Tengah. rmol news logo article


Temukan berita-berita hangat terpercaya dari Kantor Berita Politik RMOL di Google News.
Untuk mengikuti silakan klik tanda bintang.

FOLLOW US

ARTIKEL LAINNYA