Presiden Direktur Prudential Syariah, Iskandar Ezzahuddin, menilai kondisi tersebut terjadi karena industri terlalu fokus pada segmen masyarakat affluent atau kelas tertentu.
“Produk-produk yang ada kebanyakan mengarah ke investasi dan savings yang market-nya penting, tetapi hanya menyentuh kalangan menengah atas. Mass market dan middle market tertinggal,” ujar Iskandar dalam konferensi pers peluncuran PRUHeritage Syariah, di Jakarta, Selasa, 30 September 2025.
Menurut riset Prudential, sebanyak 64 persen masyarakat Indonesia merasa khawatir tidak bisa memenuhi kebutuhan masa depan jika terjadi hal buruk. Namun, kekhawatiran itu tidak diikuti dengan peningkatan kepemilikan asuransi.
Hingga 2024, lebih dari 80 juta keluarga Indonesia merancang masa depan tanpa pelindungan finansial memadai. Kondisi ini akan menjadi masalah serius apabila pencari nafkah utama dalam keluarga kehilangan kemampuan bekerja.
Iskandar menjelaskan, rendahnya penetrasi asuransi terjadi lantaran masyarakat dihadapkan pada produk yang rumit, tidak selalu terjangkau, dan sulit dipahami. Sebagian orang juga menilai asuransi hanya bisa dimiliki kalangan menengah. Padahal jutaan keluarga Indonesia membutuhkan solusi pelindungan yang simple, sederhana, mudah diakses, dan relevan dengan kebutuhan mereka.
Ia menambahkan, pelaku industri juga memiliki kekhawatiran tersendiri. Sebab tanpa proteksi yang memadai, keluarga Indonesia rentan kehilangan ketahanan finansial.
“Rendahnya penetrasi asuransi menjadi satu kekhawatiran. Karena tanpa adanya proteksi bagi keluarga Indonesia, mereka tidak akan memiliki ketahanan financial yang merupakan fondasi dari ekonomi Indonesia yang tumbuh kuat dan tangguh,” tandasnya.
BERITA TERKAIT: