Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global Selasa 1 Juli 2025 menunjukkan PMI manufaktur Indonesia di angka 46,9 pada Juni 2025. Ini adalah ketiga kali dalam tiga bulan beruntun PMI mencatat kontraksi.
Posisi tersebut juga lebih rendah dibanding 47,4 pada Mei, dan hanya sedikit di atas 46,7 pada April.
Jika melihat lebih jauh ke belakang, angka PMI Juni ini juga menjadi yang terendah kedua sejak Agustus 2021, saat Indonesia berada di bawah tekanan gelombang Covid-19 Delta.
Adapun angka di bawah 50 mencerminkan penyusutan, sementara skor di atas 50 menunjukkan pertumbuhan.
Menurut laporan S&P Global, penyebab utama anjloknya indeks adalah melemahnya permintaan barang manufaktur, terutama dari pasar domestik, yang berdampak langsung terhadap volume penjualan dan output produksi.
Ekonom S&P Global, Usamah Bhatti mewaspadai kondisi ini sebagai alarm serius yang akan dihadapi Indonesia dalam beberapa bulan ke depan.
"Penurunan kondisi sektor manufaktur Indonesia semakin cepat pada pertengahan tahun 2025, menjadi tanda kurang baik untuk beberapa bulan ke depan," katanya dalam keterangan.
Menurutnya, kondisi ini akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan, karena penjualan turun tajam sehingga menyebabkan penurunan produksi, terutama dari domestik.
“Penurunan penjualan sebagian besar dari pasar domestik, sedangkan penjualan ekspor stabil pada bulan ini,” lanjutnya.
Bhatti menambahkan, situasi ini memaksa perusahaan untuk menjalankan strategi retrenchment, termasuk dengan mengurangi tenaga kerja dan memangkas aktivitas pembelian.
Ia juga mencatat bahwa tingkat optimisme pelaku usaha terhadap prospek output menurun tajam, mencapai titik terendah dalam delapan bulan terakhir.
"Kepercayaan diri turun di tengah kekhawatiran tentang kondisi perekonomian global dan potensi dampaknya terhadap sektor manufaktur Indonesia," tandasnya.
BERITA TERKAIT: